SURAKARTA – Kesedihan mendalam menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Minggu pagi (2/11/2025). Sang raja tercinta, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Hangabehi, wafat dengan tenang, meninggalkan duka bagi rakyat dan keluarga besar Keraton.
Kabar duka ini menandai berakhirnya satu babak penting dalam sejarah panjang Mataram, dan membuka lembar kenangan atas kepemimpinan seorang raja yang dikenal bijaksana, teduh, serta setia menjaga nilai-nilai luhur budaya Jawa.
Sejak kabar kepergian Sinuhun menyebar, suasana haru terasa di seluruh penjuru keraton. Di balik dinding tua dan pepohonan rindang Alun-Alun Kidul, para abdi dalem, kerabat, hingga masyarakat umum datang silih berganti untuk memberikan penghormatan terakhir kepada junjungannya.
“Sang Sinuhun telah kembali ke pangkuan leluhur. Semoga beliau damai dan diterima di alam baka,” tutur seorang abdi dalem.
Adik kandung mendiang, GKR Koes Moertiyah (Gusti Moeng), menjelaskan bahwa prosesi kirab jenazah akan dilaksanakan Rabu, 5 November 2025, menggunakan kereta jenazah agung “Rata Pralaya” kereta legendaris yang sejak ratusan tahun lalu menjadi saksi perjalanan para raja Mataram menuju Imogiri, Bantul.
“Rutenya mengikuti tradisi seperti saat almarhum PB XII dimakamkan,” ungkap Gusti Moeng.
Kirab akan dimulai dari Bangsal Magangan Keraton Surakarta, melewati Alun-Alun Selatan, keluar Plengkung Gading, dan melintasi Jalan Veteran.
Rombongan akan berbelok di Perempatan Tipes, lalu menyusuri Jalan Slamet Riyadi hingga Loji Gandrung, rumah dinas Wali Kota Solo, tempat rombongan akan berhenti sejenak.
Selanjutnya, peti jenazah akan dipindahkan ke mobil ambulans kerajaan menuju Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selama masa kepemimpinannya, Pakubuwono XIII Hangabehi dikenal sebagai sosok pemersatu yang teguh melestarikan adat dan budaya Jawa di tengah arus modernisasi.
Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Hangabehi berkomitmen menjadikan Keraton Surakarta bukan sekedar simbol sejarah, tetapi juga sumber inspirasi budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga jejak abadi tentang ketulusan, kebijaksanaan, dan kecintaan pada budaya tanah Jawa.
Kini, lonceng duka berdentang dari Surakarta hingga Imogiri, mengiringi perjalanan terakhir Sang Raja menuju keabadian, diiringi gamelan dan doa yang lirih.
Pakubuwono XIII telah berpulang, namun semangat dan warisan budayanya akan terus hidup di hati rakyatnya. (Red)

























