Beranda Infotaiment Ketika Suara Buruh di Gresik Menggema, Keadilan Akhirnya Menyapa

Ketika Suara Buruh di Gresik Menggema, Keadilan Akhirnya Menyapa

Img 20250422 wa0062

GRESIK – Di kawasan industri Gresik, ratusan buruh dari perusahaan outsourcing yang bekerja di PT Putera Rackindo Sejahtera menunjukkan bahwa kesabaran ada batasnya.

Pada Selasa, 22 April 2025, menjadi saksi saat lebih dari 150 pekerja memutuskan menghentikan mesin-mesin, menanggalkan alat kerja, dan berdiri bersatu dalam aksi mogok yang penuh semangat.

Bukan tanpa sebab mereka menuntut keadilan atas pemotongan gaji sebesar Rp 380 ribu yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan.

Jumlah yang, menurut para buruh, bukan sekadar angka. Itu adalah tiga hari kerja penuh peluh dan tenaga.

Salah satu buruh yang ikut dalam aksi, menyuarakan keresahannya dengan lantang.

“Tiga ratus delapan puluh ribu itu besar bagi kami. Kami digaji dua minggu sekali, per hari paling tinggi Rp 150 ribu. Dipotong sebanyak itu dengan alasan kerusakan material? Kami rasa itu tidak adil,” tuturnya.

Masalah tak berhenti sampai di situ. Sistem pemotongan juga berlaku untuk pekerja yang izin tidak masuk kerja, bahkan ketika sudah mengajukan izin resmi.

Logikanya terasa ganjil. Sudah tak digaji karena tak kerja, eh masih dipotong pula.

“Kami ini outsourcing, sistemnya memang dibayar harian. Tapi kenapa izin resmi pun dihukum. Ini benar-benar membebani,” lanjutnya.

Tekanan massa akhirnya membuahkan hasil. Setelah beberapa jam aksi berlangsung, proses mediasi digelar.

Duduk satu meja, perwakilan buruh, HRD, pemilik tiga CV yang menaungi para pekerja, serta utusan dari Dinas Tenaga Kerja Gresik.

Puncaknya, Sumardi dari Disnaker angkat bicara, perusahaan sepakat untuk mengembalikan potongan gaji hari ini juga, paling lambat pukul 15.00 WIB.

Tentu saja, kabar itu disambut sorakan lega dari para buruh yang akhirnya melihat titik terang.

Namun, kemenangan ini baru setengah jalan. Regulasi soal pemotongan gaji yang tak berpihak pada buruh masih menggantung di udara. Belum jelas apakah akan ada perbaikan kebijakan atau tidak.

“Itu masih dibahas. Yang penting sekarang, hak kalian dikembalikan dulu,” ujar Sumardi.

Aksi ini mengingatkan kita ketika buruh bersatu dan bersuara, bahkan tembok kekuasaan bisa bergoyang.

Semoga ini bukan akhir, tapi awal dari perjuangan panjang untuk keadilan yang lebih berpihak pada mereka yang bekerja paling keras, namun seringkali paling dilupakan. (Fs)