Beranda Daerah Otonomi Daerah Bukan Sekadar Diperingati, Tapi Harus Dibuktikan

Otonomi Daerah Bukan Sekadar Diperingati, Tapi Harus Dibuktikan

Img 20250426 wa0034

LAMONGAN – Jumat pagi (25/4/2025), Pemerintah Kabupaten Lamongan kembali menggelar upacara memperingati Hari Otonomi Daerah ke-29.

Bertempat di halaman Pemkab, seremoni yang digadang-gadang sebagai bentuk komitmen terhadap pemerataan pembangunan ini justru menuai tanda tanya, apakah upacara saja cukup.

Sekretaris Daerah Lamongan, Nalikan, yang bertindak sebagai inspektur upacara, melontarkan pernyataan ambisius soal pentingnya kolaborasi pusat daerah demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Namun sayangnya, pernyataan itu masih terdengar seperti jargon lama tanpa progres signifikan yang bisa dirasakan masyarakat secara nyata.

“Pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana, tetapi juga mitra aktif dalam merancang kebijakan,” ucap Nalikan dengan semangat.

Tapi di tengah pernyataan muluk itu, berbagai persoalan daerah seperti ketimpangan layanan kesehatan, pendidikan belum merata, serta keluhan petani soal harga pupuk dan infrastruktur rusak masih menjadi pemandangan sehari-hari.

Berbagai strategi yang disebutkan dari swasembada pangan dan energi, hingga reformasi birokrasi dan layanan publik diklaim sudah direalisasikan lewat program “Kota Soto”.

Namun benarkah semua program itu berjalan mulus? Program Lumbung Pangan Lamongan, misalnya, masih harus berjibaku dengan cuaca ekstrem dan akses air yang tak menentu.

Di sisi lain, program Lamongan Sehat juga belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat pedesaan yang masih kesulitan mengakses fasilitas medis layak.

Tak hanya itu, masyarakat juga menyoroti bahwa perayaan Hari Otonomi Daerah setiap tahun lebih banyak berisi upacara simbolik ketimbang refleksi kritis atas capaian dan kegagalan di daerah.

Alih-alih menjadi ajang evaluasi, peringatan ini justru kembali menjadi panggung pidato yang jauh dari realita.

“Program-program yang diusung Bupati Yuhronur Efendi dan Wabup Dirham Akbar memang terdengar selaras dengan pemerintah pusat. Tapi pertanyaannya, selaras di atas kertas atau di lapangan,” celetuk salah satu warga.

Jika semangat otonomi daerah benar-benar ingin dirasakan rakyat, maka sudah saatnya Pemkab Lamongan keluar dari zona nyaman seremonial.

Masyarakat tak butuh seremoni megah, tapi solusi nyata dan kerja yang berdampak langsung bagi kehidupan mereka.

Otonomi daerah bukan sekadar diperingati, tapi harus dibuktikan. (Bup)