MEDIA CAHAYA BARU – Kejaksaan Agung telah mengungkap dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di anak perusahaan PT Pertamina selama periode 2018–2023, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
Beberapa pejabat tinggi perusahaan, termasuk CEO Pertamina Patra Niaga dan CEO Pertamina International Shipping, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini telah merusak kepercayaan konsumen dan publik terhadap produk perusahaan milik negara tersebut.
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PuSDeK), Asep Suriaman, S. Psi, menilai bahwa langkah konkret perlu diambil agar masyarakat dapat kembali mempercayai kualitas bahan bakar yang dijual oleh Pertamina.
“Pertamina sebaiknya bekerja sama dengan ahli untuk melakukan pengujian dengan mengambil sampel guna memastikan bahwa kualitasnya sesuai. Jika terbukti ada pengoplosan, maka produk tersebut harus ditarik dari peredaran. Tanpa tindakan tersebut, masyarakat tidak akan percaya,” kata Asep.
Asep juga menambahkan bahwa kekecewaan masyarakat semakin meluas, terlihat dari banyaknya ajakan di media sosial untuk beralih ke produk asing.
“Saat ini, di media sosial, banyak ajakan untuk beralih ke produk asing. Ini merupakan bentuk kekecewaan karena merasa ditipu oleh Pertamina, terutama terkait pengoplosan Pertamax dengan Pertalite,” tambahnya.
Selain dugaan pengoplosan, skandal ini juga mencakup impor minyak mentah dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan pasokan domestik serta manipulasi harga bahan bakar subsidi.
Terbaru, Wakil Presiden Operasi Perdagangan Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, juga telah ditetapkan sebagai tersangka, menambah daftar pejabat perusahaan yang terlibat dalam kasus ini.
PuSDeK menekankan bahwa transparansi dan perbaikan dalam tata kelola adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Pertamina, serta memastikan bahwa subsidi energi benar-benar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. (Fur)