Beranda Infotaiment Isu Carok Madura vs Papua, Ini Penyebabnya

Isu Carok Madura vs Papua, Ini Penyebabnya

Img 20250222 Wa0053

MEDIA CAHAYA BARU – Masyarakat Jatim memberikan tanggapan terhadap perselisihan yang terjadi antara warga Madura dan Papua di DIY. Perselisihan ini dipicu oleh beredarnya surat terbuka yang berisi tantangan carok dari masyarakat Madura kepada masyarakat Papua.

Dalam surat tersebut, masyarakat Madura menyatakan bahwa telah terjadi puluhan insiden yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh masyarakat Papua. Insiden tersebut meliputi beberapa kejadian di mana masyarakat Papua mengambil barang dari toko kelontong milik warga Madura tanpa membayar, bahkan sampai merusak tempat usaha.

Salah satu warga yang tinggal di Mangunharjo, Kabupaten Ngawi, Jatim, Sri (40 tahun) menyampaikan bahwa saat beraktivitas di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal kita, diharapkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Ia menekankan bahwa semua pihak, termasuk pendatang, harus mematuhi etika yang berlaku di masyarakat, terutama di wilayah DIY.

“Yang terpenting, jika ingin berkonflik, jangan melibatkan warga lokal. Lebih baik tidak tinggal, membuka usaha, atau kuliah di Yogyakarta jika tidak bisa mengikuti etika sebagai warga Yogyakarta. Sebab, dari sudut pandang warga Yogyakarta, mungkin akan merasa ‘sesak’ setiap kali mendengar berita kerusuhan yang melibatkan komunitas yang sama,” ungkap Sri.

Sri juga menekankan pentingnya imbauan dan solusi yang disampaikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dari imbauan Sultan, Sri menegaskan bahwa jika membeli sesuatu, maka harus dibayar.

Ia juga menambahkan bahwa bagi penjual, jika merasa terganggu dengan tindakan yang tidak menyenangkan, terutama yang berkaitan dengan pidana, sebaiknya melaporkan kepada pihak berwajib agar bisa ditindaklanjuti.

“Solusinya sesuai dengan imbauan Sultan. Bagi yang membeli, jika membutuhkan sesuatu ya harus bayar. Jika tidak mampu bayar, bisa meminta. Namun, perlu diingat bahwa meminta harus sesuai dengan keikhlasan yang memberi, jangan memaksa. Jangan sampai mengganggu bisnis orang lain. Untuk yang menjual, jika merasa resah, sebaiknya laporkan ke polisi agar diproses secara hukum,” kata Sri.

Sebelumnya, DIY dihebohkan dengan beredarnya surat terbuka yang berisi tantangan carok dari masyarakat Madura kepada masyarakat Papua. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga memberikan tanggapan mengenai perselisihan ini.

Sultan bahkan telah menerima audiensi dari Komunitas Madura Yogyakarta (KMY) untuk meredakan ketegangan dan mencegah terjadinya konflik lebih lanjut antara dua kelompok masyarakat tersebut. Pertemuan tersebut berlangsung secara tertutup di Komplek Kepatihan Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Sultan menjelaskan bahwa isu yang berkembang antara masyarakat Madura dan Papua di DIY telah melalui beberapa pertemuan, baik antara forkopimda maupun perwakilan masyarakat.

Sultan juga menyatakan bahwa ia telah menerima laporan mengenai hasil pertemuan tersebut. “Kami telah melakukan serangkaian rapat dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Semua pihak terkait telah melaksanakan pertemuan-pertemuan. Kesimpulannya sudah ada, baik dari surat maupun dari pimpinan Madura, yang juga telah mengadakan rapat bersama forkopimda dan perwakilan lainnya, semua sudah menjalani proses,” ujar Sultan.

Sultan mengungkapkan bahwa ada dua keputusan penting yang diambil sebagai langkah jangka pendek untuk menenangkan situasi. Pertama, ia meminta agar warung-warung di Yogyakarta mencantumkan tulisan “bayar tunai” dalam setiap transaksi jual beli.

Selain itu, Sultan juga menegaskan bahwa tidak perlu ada tulisan “Boleh Berbelanja Selain Papua” yang dipasang di warung-warung Madura. “Kesimpulannya hanya ada dua. Untuk langkah jangka pendek, warung harus mencantumkan tulisan bayar tunai. Jika ada yang ingin membantu secara gratis, itu urusan pribadi masing-masing. Namun, pembayaran tunai memiliki kekuatan hukum,” jelas Sultan.

Kedua, Sultan meminta agar pihak berwenang menindak secara hukum setiap tindakan pemaksaan atau kekerasan yang terjadi. Dengan langkah ini, ia berharap dapat meredakan dan mencegah kejadian yang tidak diinginkan.

“Jika terjadi pemaksaan dan sejenisnya, kami meminta agar proses hukum dilakukan secara konsisten. Dengan demikian, diharapkan kondisi tersebut dapat menurun dan tidak terulang lagi. Itulah keputusan yang dapat segera dilaksanakan untuk mendinginkan suasana kesalahpahaman,” ungkap Sultan. (Rif)

Artikel sebelumyaMutasi di Polres Bojonegoro, Berikut Nama-namanya
Artikel berikutnyaPersatuan Alumni Papua Berkumpul Deklarasi