Beranda Daerah Gumbregan, Tradisi Langka yang Masih Hidup di Tengah Masyarakat Samin Bojonegoro

Gumbregan, Tradisi Langka yang Masih Hidup di Tengah Masyarakat Samin Bojonegoro

Img 20250705 wa0133

BOJONEGORO – Sehari sebelum Festival Samin ke-9 resmi digelar, suasana kultural nan sakral menyelimuti Dusun Jipang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro.

Pada Jumat pagi, 4 Juli 2024, warga masyarakat Samin kembali menghidupkan sebuah tradisi adat yang telah diwariskan secara turun-temurun dari leluhur yakni Upacara Gumbregan.

Bukan sekedar seremoni biasa, Gumbregan merupakan ritual tahunan yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas limpahan rezeki berupa hewan ternak, seperti sapi, kambing, dan kerbau yang selama ini menjadi penopang hidup masyarakat, khususnya para petani Samin.

Upacara ini digelar tepat di perempatan Dusun Jipang, dan menjadi momen sakral yang sangat dinanti oleh warga setiap tahunnya.

Upacara ini dilaksanakan setiap Jumat Pahing di Bulan Suro (penanggalan Jawa) dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas spiritual serta budaya warga Samin.

Di dalamnya tersimpan harapan, penghormatan, dan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal yang semakin langka di tengah modernisasi.

Sejumlah tokoh dan tamu kehormatan hadir meramaikan perhelatan tersebut. Di antaranya adalah Bambang Sutrisno, penerus kelima ajaran Samin Surosentiko, yang menjadi simbol keberlanjutan nilai-nilai Samin hingga hari ini.

Turut hadir pula Sukijan Kepala Dusun Jipang, Salam tokoh masyarakat setempat, Adi Sutarto pemerhati budaya Samin, serta mahasiswa dari Universitas Bojonegoro (Unigoro) yang turut mendokumentasikan jalannya acara.

Yang membuat Gumbregan tahun ini terasa lebih istimewa adalah kehadiran sosok budayawan nasional dan sastrawan, Drs. Bambang Eka Prasetya, atau yang akrab disapa Eyang BEP.

Bersamanya, tampak pula Satria Yuda Staf Ahli Kejaksaan Negeri Bojonegoro, yang ikut mendalami makna di balik ritual adat tersebut.

Bambang Sutrisno Surosentiko Generasi penerus ajaran Samin Surosentiko yang ke V menyampaikan, bahwa Gumbregan adalah cerminan rasa syukur dan cinta masyarakat Samin terhadap hasil ternak yang mereka pelihara dengan sepenuh hati.

Menurutnya, menjaga dan melestarikan tradisi seperti Gumbregan adalah bagian dari nguri-uri budaya, atau merawat warisan leluhur agar tidak punah ditelan zaman.

“Kegiatan Gumbregan ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki berupa hewan ternak yang kami pelihara. Ini sudah menjadi tradisi kami, dilakukan setiap Jumat Pahing di bulan Suro. Kami ingin terus menjaga warisan dari leluhur kami,” ujar Bambang.

Dengan suasana yang khidmat dan penuh makna, upacara Gumbregan tak hanya menjadi penanda dimulainya Festival Samin 2025, tetapi juga menjadi panggung nyata untuk merayakan kearifan lokal, mempererat solidaritas warga, dan mengenalkan kepada generasi muda serta masyarakat luas bahwa nilai-nilai spiritual dan kebudayaan tak pernah lekang oleh waktu. (aj)