LAMONGAN – Pekerjaan proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) dan ruko di Desa Tiwet, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Lamongan, kembali mencuri perhatian publik setelah munculnya pengakuan mengejutkan terkait mekanisme perolehan proyek tersebut.
Dalam wawancara yang berlangsung pada Rabu (15/1/2025), Kepala Desa Tiwet, Syaifuddin, mengungkapkan bahwa proyek-proyek tersebut diperoleh melalui mekanisme jual beli yang melibatkan teman sesama kepala desa serta anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dan anggota DPRD Kabupaten Lamongan.
Syaifuddin juga mengungkapkan, dalam proses tersebut, terdapat potongan hingga 30 persen dari anggaran yang diterima oleh pihak yang memperoleh proyek tersebut.
Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan adanya ketidakwajaran dalam mekanisme pengadaan proyek di Desa Tiwet. Syaifuddin juga menjelaskan bahwa dalam masa pemerintahannya, Desa Tiwet tidak mendapatkan Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa (BKKPD) karena ketidakpahaman tentang prosedur pengajuan dana.
Menurutnya, satu-satunya cara untuk memperoleh proyek pembangunan adalah melalui mekanisme transaksi jual beli yang menurutnya adalah hal yang biasa.
“Yang penting dapat proyek. Sudah biasa kalau ada potongan 30 persen, itu memang mekanismenya,” ujar Syaifuddin tanpa ragu.
Pernyataan ini memicu pertanyaan di kalangan publik, mengingat Desa Tiwet seharusnya menerima Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat serta Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten Lamongan.
Hal ini menambah kejanggalan, sebab seharusnya dana tersebut cukup untuk membiayai proyek pembangunan tanpa harus melalui transaksi jual beli yang mencurigakan.
Jika dugaan tersebut terbukti benar, maka praktik jual beli proyek ini berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum yang mengatur transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara.
Selain itu, praktik semacam ini dapat merugikan masyarakat setempat dan merusak integritas pengelolaan dana desa yang seharusnya dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur.
Tuduhan tersebut juga memicu kekhawatiran akan adanya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam distribusi anggaran, yang seyogiyanya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Publik pun mendesak agar pemerintah daerah segera melakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap kebenaran di balik pernyataan tersebut, serta memastikan bahwa anggaran negara digunakan dengan sesuai prinsip hukum yang berlaku demi kepentingan masyarakat. (joni)