BOJONEGORO – Di tengah derasnya arus teknologi digital, perempuan memiliki peran yang tak tergantikan sebagai penjaga moral dan pembangun peradaban.
Semangat itu menggema dalam Seminar Parenting bertajuk “Kiprah Ibu di Era Digital Bangun Peradaban dengan Hati dan Teknologi” yang digelar Bhayangkari Cabang Bojonegoro, Rabu (29/10/2025), di Ruang Angling Dharma, Gedung Pemkab Bojonegoro.
Ketua Bhayangkari Cabang Bojonegoro, Ny. Dita Afriyan, dalam sambutannya menegaskan bahwa perempuan (ibu) adalah “sekolah pertama bagi anak-anaknya”.
Ia mengajak seluruh anggota Bhayangkari untuk terus belajar dan menjadi sumber inspirasi bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
“Jangan pernah berhenti belajar. Dari tangan-tangan ibu lahir generasi masa depan bangsa. Mari kita sebarkan ilmu parenting ini ke lingkungan sekitar,” ujar Ny. Dita.
Suasana seminar terasa hangat dan penuh energi positif. Para ibu Bhayangkari dengan seragam merah muda tampak antusias menyimak setiap materi. Mereka hadir bukan sekedar sebagai peserta, tapi juga sebagai pendidik kehidupan dan penjaga peradaban keluarga.
Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, yang turut hadir memberikan apresiasi atas inisiatif Bhayangkari dalam memperkuat ketahanan keluarga.
Dia menilai kegiatan semacam ini menjadi bentuk nyata pemberdayaan perempuan yang sejalan dengan pembangunan karakter bangsa.
“Hari ini kita mendapatkan pencerahan qolbu. Keberhasilan anak bukan diukur dari harta atau jabatan, tapi dari doa dan kasih sayang seorang ibu,” ujar Wabup.
“Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya,” tambahnya.
Sesi utama seminar diisi oleh motivator dan pakar neuro parenting, dr. Aisah Dahlan, yang tampil dengan gaya lembut namun menyentuh.
Dirinya mengajak para ibu untuk mendidik dengan hati dan empati, bukan sekedar mengawasi anak di dunia digital.
“Teknologi itu ibarat pisau. Ia bisa melukai, tapi juga bisa menjadi alat kebaikan, tergantung siapa yang memegangnya,” tuturnya.
Melalui kisah nyata dan pendekatan spiritual yang mengena, dr. Aisah mengingatkan bahwa menjadi ibu di era digital bukan sekedar soal memahami gawai, media sosial, atau tren parenting modern.
Lebih dari itu, menjadi ibu adalah tentang hadir sepenuh hati dalam tumbuh kembang anak, memahami perasaan mereka, dan mengarahkan dengan cinta.
“Gunakan teknologi untuk mempererat hubungan dengan anak, bukan menjauhkan. Hadirkan hati di setiap proses mendidik,” pesannya menutup sesi.
Seminar yang dihadiri ratusan anggota Bhayangkari ini diharapkan mampu memperkuat peran perempuan Bojonegoro sebagai penjaga moral keluarga, sekaligus motor penggerak peradaban digital yang cerdas, berkarakter, dan berlandaskan kasih sayang. (aj)

























