LAMONGAN – Suasana SMAN 2 Lamongan mendadak heboh setelah belasan siswa mengalami gejala sakit yang diduga akibat konsumsi makanan bergizi gratis (MBG) pada Rabu (17/9/2025) beberapa hari lalu.
Kasus ini langsung menjadi sorotan, mengingat makanan tersebut berasal dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Jetis, yang setiap hari menyuplai ribuan porsi untuk siswa sekolah.
Dari total 3.560 porsi yang didistribusikan hari itu, hanya 12 siswa penerima MBG yang mengalami keluhan. Meski jumlahnya relatif kecil, pengelola program tidak ingin kecolongan.
Frangky Irawan, pengelola dapur SPPG Jetis, menegaskan pihaknya langsung mengambil langkah darurat. “Kami lakukan sterilisasi total di area dapur dan mengirimkan sampel makanan ke laboratorium. Kami tidak ingin berspekulasi sebelum ada hasil resmi,” tegasnya, Jumat (19/9/2025).
Frangky juga membuka ruang evaluasi. Menurutnya, kemungkinan keracunan dari MBG cukup kecil mengingat hanya sebagian kecil siswa yang terdampak. Namun, ia memastikan pihaknya siap bertanggung jawab jika ditemukan adanya kelalaian.
“Kalau memang ada kekeliruan di pihak kami, evaluasi pasti dilakukan. Kami tidak akan lari dari tanggung jawab,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipasi, SPPG Jetis juga mengirim surat resmi ke pusat untuk menghentikan sementara operasional dapur hingga hasil uji laboratorium keluar.
Kepala SPPG Kabupaten Lamongan, Agustina Nurul Hardian, menekankan bahwa program MBG sejauh ini berjalan dengan standar tinggi dan pengawasan ahli gizi.
“Setiap menu yang disajikan sudah dikonsultasikan agar kandungan gizinya tepat. MBG bukan sekadar makanan gratis, tapi bagian dari upaya mencetak generasi sehat dan cerdas,” jelasnya.
Agustina juga menambahkan, pengelolaan MBG tidak berjalan sendiri. Ada sistem koordinasi mulai tingkat kecamatan hingga kabupaten, sehingga setiap potensi masalah bisa segera ditangani.
Insiden di SMAN 2 Lamongan ini menjadi pengingat bahwa program besar seperti MBG tidak hanya soal menyediakan makanan sehat, tapi juga membangun kepercayaan publik.
Kini, semua pihak menanti hasil laboratorium dengan penuh harap. Jika terbukti ada celah dalam sistem, hal itu akan menjadi alarm penting untuk memperkuat kontrol kualitas maupun distribusi.
Sementara itu, SPPG Jetis bersama jaringannya menegaskan tidak mencari siapa yang salah, melainkan berfokus pada perbaikan. Karena di balik setiap kotak MBG, tersimpan harapan besar: anak-anak Lamongan tumbuh sehat, cerdas, dan kuat. (Bup)