BOJONEGORO – Siapa sangka, di balik suasana tenang Desa Sudah yang terletak di Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, tersimpan jejak sejarah luar biasa yang telah bertahan selama 667 tahun.
Fakta mencengangkan ini terungkap dalam Festival Desa 2025, sebuah perayaan budaya yang sekaligus menjadi pembuka tabir sejarah panjang desa di tepian Bengawan Solo itu.
Festival yang digelar mulai Sabtu (5/7/2025) hingga Senin (7/7/2025) ini tidak hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga memperkaya pengetahuan masyarakat lewat Sarasehan Budaya.
Diadakan di Balai Desa Sudah pada Minggu malam (6/7), sarasehan ini menghadirkan arkeolog kenamaan Dr. Dwi Cahyono dari Universitas Negeri Malang.
Dr. Dwi Cahyono membeberkan temuan mengejutkan, Desa Sudah disebut dalam Prasasti Canggu yang berasal dari tahun 1358 M, masa kejayaan Kerajaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk.
Dalam prasasti itu tercatat ada 44 desa tambangan, desa yang menyediakan jasa penyeberangan sungai dan Desa Sudah termasuk di dalamnya.
“Desa Sudah kemungkinan adalah desa perdikan, yakni desa yang diberi hak otonomi oleh kerajaan karena jasanya dalam menyediakan fasilitas publik seperti tambangan,” ungkapnya.
Nama Sudah sendiri bukan sembarang nama. Menurut Dwi, istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta “Suddha” yang berarti suci, terang, dan paripurna.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa di masa lalu Desa Sudah pernah memiliki bangunan suci atau tempat peribadatan, meski belum ditemukan secara fisik hingga kini.
Tak hanya itu, penemuan pecahan gerabah kuno, situs Tameng Jati, tiga sumur tua, dan struktur tanah khas permukiman kuno semakin menegaskan bahwa Desa Sudah merupakan wilayah penting di masa lampau, bahkan sudah memiliki ekonomi mandiri berbasis pertanian, kerajinan, dan maritim sungai.
Tak sekadar bicara sejarah, Festival Desa Sudah 2025 juga menyajikan beragam kegiatan budaya yang menarik. Mulai dari bazar UMKM, Kirab Hadegringgit Simathani Ri Sudah, hingga pagelaran wayang kulit dengan lakon “Semar Bangun Desa”.
Sementara, Kepala Dinas PMD Bojonegoro, Machmudin, menyampaikan bahwa sejarah seperti ini perlu terus diangkat.
“Saya berharap desa-desa lain di sepanjang Bengawan Solo ikut menggali potensi sejarahnya. Siapa tahu ada kisah besar yang belum terungkap,” ujarnya.
Sedangkan Kepala Desa Sudah, Agus Muklison, juga menyatakan bangga desanya mampu menghadirkan festival sekaligus napak tilas sejarah.
“Usia 667 tahun adalah anugerah, dan semoga ini jadi titik tolak untuk membangun desa dari akarnya,” pungkasnya. (aj)
 
		