Beranda Daerah Trokal Kata Ajaib Ajaran Samin yang Mau Diusulkan ke Badan Bahasa

Trokal Kata Ajaib Ajaran Samin yang Mau Diusulkan ke Badan Bahasa

Img 20250706 wa0008

BOJONEGORO – Samin Festival ke-9 yang digelar di Balai Budaya Masyarakat Samin, Dusun Jepang, Desa Margomulyo, kembali membuktikan bahwa kearifan lokal bukan hanya dikenang, tapi terus dihidupkan.

Acara tahunan ini menjadi bukti nyata bagaimana ajaran Samin Surosentiko tetap relevan di tengah arus zaman.

Festival yang berlangsung selama dua hari, mulai Jumat (4/7) hingga Sabtu (5/7) ini dibuka dengan serangkaian acara adat seperti Gumbregan Samin, Umbul Dungo, serta pagelaran karawitan. Namun puncak acara terasa istimewa saat sesi “Ngangsu Kawruh” digelar dengan mengangkat tema Obor Sewu, yang memaknai semangat penerangan nilai luhur ke generasi mendatang.

Dalam sesi tersebut, Dr. Sugeng Wardoyo dari ISI Yogyakarta menyerahkan hasil disertasinya yang mengupas motif dan makna filosofis Obor Sewu, simbol penting dalam budaya Samin.

Obor Sewu sendiri menggambarkan cahaya, penerangan, dan semangat melestarikan pitutur luhur ajaran Mbah Samin.

Turut hadir Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, yang mengenakan pakaian bermotif Obor Sewu.

Ia menyampaikan kisah pribadi yang mengharukan saat dirinya dikirim oleh Bupati Suyoto pada tahun 2016 ke Sawahlunto, Sumatera Barat tempat Mbah Samin Surosentiko dimakamkan setelah menjalani pengasingan.

“Kami naik ke sana, dan berhasil mengambil tiga jun tanah dari makam Mbah Samin. Satu untuk Pemkab, dan dua lainnya kami tempatkan di Dusun Jepang ini,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa motif Obor Sewu kini telah menjadi bagian dari identitas ASN Bojonegoro sebagai motif udheng dan seragam dinas harian (PDH).

Filosofi “Pangklingo Wonge, Ojo Pangkling Swarane”

Tema Festival tahun ini, “Pangklingo Wonge, Ojo Pangkling Swarane”, memiliki pesan mendalam, jangan menilai orang dari rupa, tapi dari apa yang ia ucapkan.

Nilai-nilai seperti jujur, sabar, nrimo, dan yang unik trokal kembali digaungkan sebagai warisan penting dari Mbah Samin.

“Obor itu penerangan. Sewu itu banyak. Dulu Mbah Samin mengumpulkan warga dengan cahaya obor. Sekarang kita jadikan ajarannya sebagai cahaya untuk generasi masa depan,” terang Bambang Sutrisno, generasi kelima penerus ajaran Samin sekaligus anak dari almarhum Mbah Hardjo Kardi.

Suasana Penuh Makna dan Kesederhanaan

Festival terasa kental dengan nuansa kebersamaan dan kesederhanaan. Para pengunjung mengenakan udheng Obor Sewu, sementara jamuan makan siang dibungkus dengan daun jati (Sego ces) cerminan dari filosofi hidup yang membumi.

Kegiatan Ngangsu Kawruh juga diisi oleh para narasumber hebat seperti Prof. Dr. Guntur, M.Hum (ISI Surakarta), anggota DPRD Wawan Kurnianto, budayawan Bambang Eka Prasetya, serta pelaku budaya lainnya.

Budayawan Bambang Eka Prasetya bahkan menyebut bahwa kata “trokal” layak diusulkan ke Badan Bahasa karena mewakili daya tahan batin yang kuat, sebuah nilai penting dalam menghadapi tekanan hidup.

Dukungan Penuh dari Pemerintah dan Akademisi

Kepala Desa Margomulyo, Muryanto, menyampaikan apresiasinya atas dukungan yang terus mengalir sejak Festival Samin pertama kali digelar tahun 2017.

Menurutnya, sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci pelestarian ajaran Samin Surosentiko.

“Terima kasih kepada semua pihak, termasuk Pak Sugeng Wardoyo, atas karya dan perhatian kepada kami, sedulur sikep,” ujarnya.

Dengan semangat Obor Sewu yang terus menyala, Festival Samin tahun ini bukan sekadar agenda budaya tapi pembuktian nyata bahwa pitutur luhur tidak akan padam, selama masih ada yang menjaganya. (aj)