BOJONEGORO – Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro menegaskan komitmennya untuk menghadirkan pendidikan yang benar-benar bebas pungutan di jenjang SD dan SMP Negeri.
Hal ini disampaikan langsung oleh Zamroni Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro dalam forum Sapa Bupati, pada Kamis 17 April 2025.
Ucapan terima kasih dari Zamroni perwakilan Dinas Pendidikan Bojonegoro disampaikan kepada tokoh masyarakat Fahrudin, yang telah memberikan laporan terkait masih adanya iuran bulanan di sejumlah sekolah.
Dinas Pendidikan Bojonegoro mengakui tidak dapat memantau seluruh sekolah secara langsung, namun telah memberikan instruksi jelas kepada seluruh satuan pendidikan yang berada di bawah naungan kabupaten, yakni jenjang PAUD, SD, dan SMP.
Sementara itu, jenjang MTS berada di bawah Kementerian Agama dan SMA/SMK berada di bawah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Perwakilan Kepala Dinas Pendidikan Bojonegoro menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 memang memberikan ruang bagi komite sekolah untuk menggandeng partisipasi orang tua dalam penggalangan dana, terutama jika alokasi dana BOS reguler belum mencukupi. Namun, Dinas Pendidikan menegaskan bahwa di Bojonegoro kebijakan telah berubah.
“Mulai tahun 2024 lalu, seiring dengan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK, alokasi BOS yang biasanya tersedot hingga 50% untuk membayar GTT dan PTT kini bisa dialihkan sepenuhnya untuk operasional sekolah,” jelas perwakilan Dinas Pendidikan Bojonegoro.
Dengan perubahan tersebut, Pemkab Bojonegoro pun mengambil langkah tegas tidak lagi memperbolehkan adanya komite sekolah di SD dan SMP Negeri yang menarik iuran rutin dalam bentuk apapun, termasuk SPP bulanan.
Meski begitu, Dinas Pendidikan tetap membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang memiliki data atau laporan mengenai adanya praktik iuran yang masih berlangsung.
“Silakan sampaikan, dari SD atau SMP mana. Kami siap turun langsung dan memastikan tidak ada lagi iuran,” tegasnya.
Terkait sekolah-sekolah favorit seperti SMP 1 atau SMP 2 yang dulu pernah mendapatkan dana RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), perwakilan Dinas Pendidikan juga memberikan penjelasan.
Dana tersebut dulunya memang mendukung fasilitas seperti pendingin ruangan (AC). Namun, kini dana tersebut sudah tidak lagi tersedia.
Sebagai alternatif, beberapa sekolah memberikan opsi kepada wali murid untuk mandiri memasang fasilitas tambahan seperti AC di kelas masing-masing, tanpa ada paksaan dari pihak sekolah.
“Kami pastikan, sekolah tidak ikut campur urusan pembelian atau penyediaan fasilitas tambahan seperti AC. Itu murni kesepakatan orang tua, dan tidak boleh menjadi kewajiban semua siswa,” ujarnya.
Dinas Pendidikan pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama mengawasi praktik di lapangan dan memastikan prinsip pendidikan gratis tetap berjalan.
“Jika ada pelanggaran atau penyimpangan, sampaikan kepada kami. Kami akan segera tindak lanjuti,” tutupnya. (aj)