Beranda Infotaiment Miris, Koruptor Miliaran Dinyatakan Bebas, Hakim Pontianak Didesak Diperiksa

Miris, Koruptor Miliaran Dinyatakan Bebas, Hakim Pontianak Didesak Diperiksa

3148000c 0f09 4ec1 9402 45c6cbd9bbf9

SURABAYA — Aroma busuk keadilan tercium dari ruang sidang Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak. Putusan bebas yang dijatuhkan terhadap terpidana korupsi miliaran rupiah, Paulus Andy Mursalim, mengguncang kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Pengamat hukum Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H., dengan tegas menyebut bahwa keputusan tersebut tidak hanya mencederai rasa keadilan, tapi juga membuka dugaan adanya praktik jual beli hukum di tubuh lembaga yudisial.

“Ini sangat miris dan memprihatinkan. Seorang koruptor yang jelas-jelas sudah divonis berat malah dibebaskan begitu saja oleh pengadilan tinggi. Ini bukan keadilan ini pelecehan terhadap hukum dan bangsa,” tegas Didi Sungkono, yang juga dosen hukum di Surabaya, saat dimintai tanggapan oleh media, Kamis (23/10/2025).

Menurut Didi, seharusnya majelis hakim memperberat hukuman terhadap pelaku korupsi, bukan justru menghapus seluruh vonis dan memulihkan aset-asetnya. Ia menilai langkah PT Pontianak itu sebagai “pembunuhan terhadap keadilan”.

“Vonis dari Pengadilan Negeri saja sudah jelas 10 tahun penjara, denda, dan uang pengganti miliaran rupiah. Tapi di tingkat banding malah dibebaskan. Patut diduga ada hal yang tidak beres di balik putusan ini,” ujarnya tajam.

Dalam kasus yang menjadi sorotan publik ini, Paulus Andy Mursalim sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor PN Pontianak pada 3 September 2025. Ia dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama-sama, dengan kerugian negara mencapai Rp31,47 miliar.

Vonis tersebut juga mewajibkan Paulus membayar denda Rp500 juta dan uang pengganti Rp31,47 miliar, dengan ancaman hukuman tambahan lima tahun penjara jika tidak membayar.

Namun, secara mengejutkan, majelis hakim PT Pontianak yang dipimpin Pransis Sinaga, bersama Tri Andita Juristiawati dan Dwi Jaka Susanta, membatalkan seluruh putusan PN.

Mereka menyatakan Paulus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, serta memerintahkan pembebasan segera dari tahanan, termasuk pengembalian seluruh aset, dokumen, dan harta miliknya.

Dr. Didi Sungkono juga menegaskan bahwa Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat harus segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk mencegah pelaku melarikan diri ke luar negeri.

“Jangan biarkan keadilan diperjualbelikan. Kalau ini dibiarkan, koruptor tidak akan takut lagi pada hukum. Kejaksaan wajib ambil langkah tegas,” tandasnya.

Kasus ini menjadi sinyal kuat bahwa pengawasan terhadap lembaga peradilan harus diperketat. Putusan kontroversial seperti ini bukan hanya mencoreng nama peradilan, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.

“Kita sedang menyaksikan kematian rasa keadilan. Kalau hakim-hakim yang seharusnya jadi benteng hukum justru bermain mata, bagaimana nasib bangsa ini,” tutup Didi Sungkono dengan nada getir.

Keputusan ini memantik kemarahan publik dan para pemerhati hukum. Mereka menilai putusan tersebut mengabaikan bukti-bukti kuat yang sudah diajukan di persidangan tingkat pertama.

“Ini bukan perkara sepele. Dugaan korupsi miliaran rupiah tiba-tiba berubah jadi bebas murni. Rakyat berhak curiga ada permainan,” ujar seorang pakar hukum pidana dari Universitas Tanjungpura yang enggan disebutkan namanya.

Hingga berita ini dirilis, pihak Kejati Kalbar belum mengumumkan apakah akan menempuh kasasi ke Mahkamah Agung atau menerima keputusan bebas dari PT Pontianak tersebut.

Kasus Paulus Andy Mursalim kini menjadi tolak ukur transparansi dan integritas lembaga yudisial di Indonesia, apakah hukum masih bisa dipercaya, atau telah benar-benar menjadi barang dagangan. (Red)