Beranda Infotaiment Inilah Ruang Inklusi yang Hidupkan Harapan Difabel di Bojonegoro

Inilah Ruang Inklusi yang Hidupkan Harapan Difabel di Bojonegoro

698c6de1 9e9e 4367 808a 3294b53a285f

BOJONEGORO – Sore itu, langit Bojonegoro tampak murung. Hujan yang turun membasahi tanah kering membuat udara terasa lembab dan segar. Di Taman Inklusi, tepatnya di Desa Kauman, Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro, sekelompok anak dan remaja yang semula bercanda di bangku taman tampak berlarian meneduh ke sebuah kedai kecil sederhana di tepi jalan.

Atap kedai itu bocor di satu sisi. Air hujan menetes deras ke lantai semen. Namun suasana di dalam tetap hangat bukan karena kopi panas, tapi karena kisah dan tawa yang mengalir di antara mereka.

Kedai itu bernama Actore Mediart, sebuah ruang yang diciptakan Takim Kok Gito-Gito, seniman pantomim asal Bojonegoro. Di tempat inilah, para teman tuli dan teman dengar saling belajar memahami, berinteraksi, dan menciptakan karya bersama tanpa sekat.

Di taman kecil yang mereka sebut Taman Inklusi, batas antara pendengar dan tuli seolah menghilang.
Teman dengar berusaha mempelajari bahasa isyarat, sementara teman tuli belajar mengekspresikan diri dan menyampaikan gagasan dengan caranya sendiri.

Kadang muncul salah paham. Tapi, bukan marah atau jengkel yang lahir melainkan tawa lepas yang memecah keheningan. Mereka menyebutnya “bahasa salah paham”, bahasa yang justru mendekatkan hati dan membuka ruang empati.

Salah satu sosok yang tumbuh bersama taman ini adalah Gita, perempuan tuli yang kini menjadi mentor bagi teman dengar.

Ia mengaku dulu sempat minder dan canggung berinteraksi di luar komunitasnya. Namun, forum dan kegiatan di Taman Inklusi membuatnya berani membuka diri.

“Awalnya saya takut dan merasa tidak bisa berkomunikasi. Tapi di sini, saya belajar bahwa tidak ada kata terlambat untuk memahami dan dipahami,” ujar Gita.

Bagi Gita, ruang inklusif seperti ini bukan sekadar tempat berkumpul, tapi juga jembatan untuk belajar hidup bersama tanpa perbedaan.

Taman Inklusi Kauman bukan sekadar halaman kedai biasa.
Tempat ini tumbuh menjadi ruang belajar, ruang ekspresi, ruang ekonomi kreatif, hingga ruang berbagi rasa.

Di sinilah semangat inklusi benar-benar hidup sederhana, nyata, dan tanpa banyak teori.
Teman tuli menjadi subjek gagasan, bukan sekedar objek simpati. Mereka menulis cerita, mencipta karya, dan menyalakan keberanian untuk setara.

“Yang dibutuhkan bukan belas kasihan, tapi kesempatan dan ruang untuk berkarya,” kata Takim, sang penggagas, saat ditemui di sela aktivitasnya mengajar pantomim.

Derasnya hujan di sore itu menjadi saksi bagaimana inklusi sejati bekerja.
Kedai yang atapnya bocor itu, justru menghadirkan kehangatan yang tak dimiliki ruang-ruang megah, tawa, keberanian, dan rasa saling memahami.

Di balik secangkir kopi dan gurau kecil, tersimpan pesan besar tentang kemanusiaan dan kesetaraan.
Bahwa inklusi tidak harus mahal atau megah, cukup dimulai dari ruang kecil yang tulus, seperti Actore Mediart dan Taman Inklusi Kauman.

Harapan besar kini tumbuh di antara tetes hujan yang jatuh sore itu. Masyarakat sekitar berharap agar Taman Inklusi Kauman mendapat perhatian lebih luas dari pemerintah maupun komunitas lain, agar ruang ini bisa terus hidup dan berkembang.

Tak harus dengan fasilitas besar, cukup dengan dukungan sederhana agar semua orang tanpa terkecuali merasa punya tempat untuk belajar, berproses, dan saling memahami.

Taman Inklusi Kauman Bojonegoro bukan sekedar ruang fisik, melainkan simbol keberanian, berani berbeda, berani terbuka, dan berani percaya bahwa kesetaraan bisa tumbuh bahkan dari kedai bocor sekalipun. (aj)