Beranda Politik Memalukan, Wakil Ketua DPRD Pasangkayu Gelagapan Baca UUD 1945 di Upacara Resmi

Memalukan, Wakil Ketua DPRD Pasangkayu Gelagapan Baca UUD 1945 di Upacara Resmi

67e02459 2689 4fa0 99d5 fa617b73fc1d

PASANGKAYU – Sebuah video memperlihatkan momen memalukan terjadi saat upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, Rabu (1/10/2025).

Wakil Ketua II DPRD Pasangkayu, Hariman Ibrahim, atau yang akrab disapa Pak Aji, tampak gelagapan dan cengengesan saat membacakan Teks Pembukaan UUD 1945 di podium upacara.

Dalam video berdurasi sekitar 1 menit yang viral di media sosial X dan TikTok, Hariman terlihat berulang kali salah membaca kalimat dan terhenti di tengah-tengah naskah.

Beberapa kali ia tampak kebingungan, bahkan tersenyum canggung sambil menatap ke arah tamu undangan dan pejabat lain di belakangnya.

Momen tersebut sontak menjadi bahan pembicaraan hangat di dunia maya. Banyak warganet menyayangkan kelalaian seorang pejabat publik yang dianggap tidak siap menjalankan tugas pada upacara kenegaraan yang bersifat sakral.

“Upacara Hari Kesaktian Pancasila itu momen serius, bukan tempat latihan baca,” tulis salah satu komentar yang viral di TikTok.

“Kalau nggak hafal, setidaknya latihan dulu sebelum tampil di depan publik,” tambah warganet lainnya.

Video tersebut pertama kali diunggah oleh akun lokal Pasangkayu dan langsung menyebar luas ke berbagai platform.

Banyak pengguna media sosial yang menyoroti ekspresi gelagapan dan cengengesan Hariman yang dinilai tak pantas dalam suasana resmi.

Tak sedikit pula yang menyebut momen itu “memalukan” bagi citra DPRD Pasangkayu, karena dilakukan di hadapan pejabat lintas instansi, aparat TNI-Polri, pelajar, dan masyarakat umum.

“Kalau pejabat nggak bisa baca teks Pembukaan UUD 1945 dengan baik, gimana mau jalankan amanat konstitusi,” sindir salah satu komentar di X yang mendapat ribuan tanda suka.

Menanggapi ramainya sorotan publik, Hariman Ibrahim akhirnya memberikan klarifikasi. Kepada sejumlah wartawan, ia mengakui bahwa kejadian itu benar terjadi, namun bukan karena tidak menguasai teks, melainkan murni kelalaian pribadi.

“Saya lupa bawa kacamata, jadi saat di podium tulisan kelihatan kabur. Saya juga tidak sempat meminjam karena acara sudah dimulai. Jadi itu murni kelalaian saya pribadi, tidak ada unsur kesengajaan,” ujar Hariman dengan nada menyesal.

Ia pun menegaskan bahwa dirinya telah meminta maaf kepada panitia dan peserta upacara atas kejadian tersebut.

Meski sudah memberikan klarifikasi, video itu terlanjur viral dan menimbulkan beragam tanggapan.

Sebagian masyarakat menilai kejadian ini bisa dimaklumi sebagai kesalahan manusiawi, namun banyak pula yang menilai ketidaksiapan pejabat publik di acara sakral semacam ini tak bisa ditolerir.

“Lupa kacamata sih bisa dimengerti, tapi masa tidak ada antisipasi sama sekali. Ini kan acara kenegaraan,” ujar Andi, salah satu tokoh pemuda Pasangkayu.

Pengamat komunikasi publik menilai insiden seperti ini menjadi pelajaran penting tentang etika dan kesiapan pejabat dalam tampil di ruang publik.

“Sekecil apa pun kesalahan bisa menjadi viral di era digital. Karena itu, setiap pejabat perlu menjaga sikap, ekspresi, dan kesiapan teknis,” kata analis komunikasi, Rahman.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa di era kamera ponsel dan media sosial, tidak ada momen yang benar-benar privat bagi pejabat publik.

Meskipun Hariman Ibrahim telah meminta maaf dan menjelaskan penyebabnya, warganet tetap menyoroti pentingnya profesionalisme dan keseriusan dalam menjalankan tugas simbolis negara, terlebih saat memperingati Hari Kesaktian Pancasila.

Insiden “lupa kacamata” ini mungkin sepele, tapi telah menjadi pelajaran besar tentang bagaimana kesalahan kecil bisa mengundang viral besar terutama bila terjadi di atas panggung negara. (Hz)