BOJONEGORO – Persoalan sampah kembali menjadi sorotan hangat dalam rapat dengar pendapat antara Komisi D DPRD Bojonegoro dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro, Jumat (3/10/2025).
Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi D, Amin Thohari, membahas serius persoalan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dalam forum tersebut, Amin Thohari menegaskan bahwa DLH perlu mengambil langkah konkret terkait instruksi pengelolaan IPAL maupun sampah rumah tangga dari dapur SPPG.
Ia meminta DLH untuk segera mengundang para pengelola sampah agar ada kejelasan mengenai sistem pembuangan, lokasi TPS, serta teknis pelatihan pengelolaan limbah.
“Kami harap ada langkah taktis agar dapur SPPG lebih mudah dalam mengelola sampah. Perlu ada pelatihan, sosialisasi retribusi, dan penyediaan bak sampah di setiap dapur. Jika semua terlibat, komunikasi akan lebih baik sebelum pelatihan dilaksanakan. Saat ini pengelola SPPG masih belum memahami soal IPAL dan teknis pengolahan sampah,” tegas Amin.
Sejumlah anggota dewan juga menyuarakan masalah lain di lapangan. M. Anis Mustafa, anggota Komisi D, menyoroti keberadaan TPS di Kecamatan Padangan yang sudah tidak berfungsi.
Dia mendesak agar DLH segera memberikan solusi, termasuk penyediaan TPS baru, serta menyinggung perlunya bahan penghancur bakteri untuk mengurai sampah organik.
Sementara itu, Ahmad Suyono, anggota Komisi D lainnya, menyoroti persoalan bau menyengat yang timbul dari sampah.
Dirinya mendesak DLH agar memberikan edukasi kepada mitra SPPG terkait cara meminimalisir bau, baik dari sampah organik maupun limbah cair.
“Di beberapa kawasan warga melaporkan adanya sampah yang dibuang sembarangan. Bau dari limbah juga jadi keluhan utama. DLH harus memberikan wawasan agar mitra SPPG bisa meminimalisir sampah sekaligus mengurangi pencemaran udara,” kata Suyono.
Menanggapi berbagai masukan, Kepala DLH Bojonegoro, Luluk Alifah, menjelaskan bahwa pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua, yaitu sampah padat dan sampah cair.
Menurutnya, sampah padat seperti sisa makanan dan sayuran bisa diminimalisir dengan pola konsumsi tepat sasaran agar tidak ada sisa. Sedangkan sampah cair harus diolah melalui IPAL agar tidak mencemari lingkungan.
“Untuk sampah cair, kami sarankan pembangunan IPAL sebelum SPPG beroperasi penuh. Jika tidak, limbah akan menghambat kinerja. Sedangkan sampah padat dapat dikelompokkan untuk diolah menjadi kompos. Namun, sampah residu tetap perlu kerja sama resmi atau MoU dengan DLH,” jelas Luluk.
Luluk menambahkan, saat ini baru ada satu SPPG yang meneken MoU dengan DLH terkait pengelolaan sampah.
Meski begitu, masih ada kendala retribusi dan jumlah armada. Sebagai solusi, DLH menyiapkan truk keliling yang akan mengambil sampah langsung dari desa.
“Kami akan tindaklanjuti semua saran, karena sampah ini persoalan serius. Kalau pengelolaan SPPG tidak tertata, kami khawatir muncul TPS ilegal,” tegasnya.
DLH juga membeberkan bahwa pada tahun 2026 akan dibangun TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah, Reduce, Reuse, Recycle) di wilayah Temayang yang masuk kategori kawasan kumuh.
Selain itu, pelatihan pengelolaan sampah dan IPAL akan dimasukkan dalam agenda resmi DLH untuk seluruh pengelola SPPG.
Rapat tersebut akhirnya menyepakati bahwa solusi pengelolaan sampah tidak hanya sebatas pembangunan sarana prasarana, namun juga memerlukan edukasi dan kedisiplinan.
DPRD Bojonegoro menegaskan perlunya pendekatan taktis, mulai dari penyediaan bak sampah di dapur SPPG, pelatihan intensif, hingga sosialisasi retribusi sampah agar masyarakat lebih paham dan tidak membuang sampah sembarangan.
Jika langkah-langkah tersebut dijalankan secara konsisten, diharapkan persoalan sampah di Bojonegoro bisa teratasi secara bertahap tanpa menimbulkan masalah baru di kemudian hari. (aj)