Beranda Infotaiment Reformasi Polri Ala Prabowo, Mahfud MD: Nepotisme dan Pemerasan Harus Diberantas

Reformasi Polri Ala Prabowo, Mahfud MD: Nepotisme dan Pemerasan Harus Diberantas

B79b6d94 1f30 43b3 8da0 1bc6d9a2424b

JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto dipastikan segera membentuk Tim Reformasi Polri untuk menindaklanjuti berbagai persoalan yang belakangan mencuat di tubuh kepolisian.

Mantan Menko Polhukam Prof. Mahfud MD mengonfirmasi bahwa dirinya telah diminta untuk membantu Presiden dalam agenda besar tersebut.

Mahfud mengungkap, ia pertama kali dihubungi Sekretaris Kabinet pada 15 September 2025. Dalam pertemuan itu, dirinya ditanyakan kesediaan untuk ikut memperkuat tim ad hoc yang akan difokuskan pada langkah-langkah perbaikan di Polri.

“Saya katakan, kalau sifatnya tim ad hoc ya saya bersedia. Tim itu kan biasanya bekerja sebentar, sebulan-dua bulan, atau paling lama sampai akhir tahun. Jadi bukan permanen,” ujar Mahfud dalam sebuah diskusi publik, Kamis (25/9/2025).

Menurut Mahfud, dirinya masih menunggu surat resmi penugasan atau Keputusan Presiden (Kepres) yang akan merinci ruang lingkup tugas tim.

“Kalau hukum administrasi, tugas itu baru jelas kalau sudah tertulis resmi. Jadi saya belum tahu apa saja yang akan jadi kewenangan kami,” jelasnya.

Meski belum ada SK resmi, Mahfud mengaku sudah menerima banyak masukan, baik dari masyarakat, akademisi, maupun para purnawirawan Polri.

Masalah yang disampaikan cukup serius, mulai dari dugaan kekerasan dan penganiayaan, praktik nepotisme dalam promosi jabatan, pemerasan terhadap masyarakat, hingga praktik backing kejahatan.

Dia menilai, sebagian masalah ini bukan rahasia lagi di publik. “Ada juga laporan bahwa polisi yang sudah dipecat karena kasus pemerasan atau penipuan, tiba-tiba bisa masuk lagi bahkan diumumkan sebagai berprestasi di bidang narkoba. Itu kan mengherankan,” ungkap Mahfud.

Mahfud menegaskan, persoalan utama Polri saat ini bukan lagi soal struktur dan aturan. Secara kelembagaan, posisi Polri sudah jelas terpisah dari TNI dan langsung bertanggung jawab ke Presiden. Dari sisi instrumen hukum, aturan juga sudah lengkap.

“Masalahnya justru ada di level kultural. Kultur nepotisme, backing, hingga kekerasan inilah yang berkembang di kalangan tertentu. Jumlah pelakunya mungkin kecil, tapi ada di posisi strategis sehingga sangat berpengaruh,” tegasnya.

Mahfud juga menuturkan bahwa dirinya sempat dijadwalkan bertemu langsung dengan Presiden Prabowo pada Jumat (19/9/2025). Namun, agenda tersebut batal karena Presiden harus terbang ke New York menghadiri Sidang Majelis Umum PBB.

“Katanya nanti setelah Presiden kembali ke tanah air, sekitar tanggal 26–27 September, baru akan dikonkretkan. Saya masih menunggu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mahfud menyebut dirinya tidak masalah jika kelak tim yang dibentuk Presiden berjalan berdampingan atau bahkan beririsan dengan tim internal Polri yang juga sedang disiapkan.

“Kalau dibilang ini pertandingan, ya silakan saja. Saya enggak keberatan kalah, yang penting Polri jadi lebih baik. Kalau Presiden bilang cukup satu tim, ya sudah. Kalau perlu dua tim saling melengkapi, juga boleh,” kata Mahfud.

Mahfud menekankan, reformasi Polri harus diarahkan pada perbaikan nyata yang dirasakan masyarakat. Menurutnya, rakyat tidak lagi ingin mendengar jargon atau aturan baru, melainkan tindakan konkret, hentikan kekerasan, hilangkan pemerasan, hentikan nepotisme, dan tegakkan integritas.

“Yang dilihat masyarakat itu sederhana, apakah polisi masih melakukan pemerasan, masih backing kejahatan, atau masih melakukan kekerasan. Itu yang harus segera dibenahi,” tandas Mahfud.

Dengan rencana pembentukan Tim Reformasi Polri ini, masyarakat menanti langkah serius Presiden Prabowo dalam membenahi institusi kepolisian yang punya lebih dari setengah juta personel di seluruh Indonesia. (aj)