Beranda Daerah Produk Lokal Rasa Nasional, Emping Gerut Bojonegoro Curi Perhatian Pasar

Produk Lokal Rasa Nasional, Emping Gerut Bojonegoro Curi Perhatian Pasar

0ac304a5 3a06 4931 b9bd 447c23f69faa

BOJONEGORO – Siapa sangka umbi sederhana bernama gerut atau sering juga disebut garut, yang dulu dianggap tak bernilai, justru bisa menjadi ladang rezeki menjanjikan.

Berkat tangan kreatif Ana Nurhayati, warga Desa/Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, umbi ini diolah menjadi emping gurih khas Bojonegoro yang kini punya pasar hingga ke luar daerah.

Perjalanan Ana membangun usaha ini bukan perkara semalam. Selama lebih dari 15 tahun, ia konsisten mengembangkan produk emping gerut, dengan mengolah 20–30 kilogram bahan baku setiap hari.

Dari proses sederhana itu, omzet usahanya mampu mencapai Rp15 juta–Rp20 juta per bulan. Bahkan pada musim tertentu, pendapatan kotor bisa melonjak hingga Rp40 juta.

Gerut, yang dulunya jarang dikenal dan semakin sulit ditemui, kini berubah menjadi produk kuliner berdaya jual tinggi.

Meski begitu, Ana masih menghadapi kendala klasik, ketersediaan bahan baku. Pasalnya, tanaman gerut hanya bisa dipanen setiap enam bulan sekali, sehingga stok harus diatur cermat agar produksi tetap berkelanjutan.

Namun, dari keterbatasan itu, Ana justru menemukan peluang baru. Sisa bahan baku yang tidak diolah menjadi emping tidak dibuang begitu saja, melainkan diubah menjadi tepung pati gerut. Produk ini juga memiliki nilai jual tinggi serta dikenal kaya manfaat bagi kesehatan.

Emping gerut produksi Ana tidak hanya diminati masyarakat Bojonegoro. Rasa khasnya yang renyah dan proses pembuatannya yang masih serba manual membuat produk ini mampu menembus pasar di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Semarang, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Semua masih dikerjakan manual, mulai dari digeprek sampai dijemur di bawah sinar matahari. Karena itu rasanya otentik dan alami, beda dengan produk pabrikan,” ungkap Ana.

Proses tradisional inilah yang menjadi keunggulan emping gerut Ana. Konsumen menyukai cita rasa autentik yang lahir dari ketekunan dan kesederhanaan cara produksi.

Meski usahanya sudah mapan, Ana tak berhenti berinovasi. Ia bercita-cita mengembangkan produksi dengan bantuan teknologi tepat guna, agar proses lebih efisien dan mampu memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

Selain itu, Ana juga berencana memperluas pasokan bahan baku dengan menggandeng lebih banyak petani lokal. Langkah ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan produksi, tapi juga menjadi peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.

Ketekunan Ana Nurhayati menjadi bukti nyata bahwa produk lokal berbahan dasar sederhana pun bisa bersaing dan membawa keuntungan besar.

Dengan komitmen, kreativitas, dan inovasi, gerut yang dulu dianggap tak bernilai kini menjelma sebagai ikon kuliner khas Bojonegoro yang punya daya tarik nasional. (aj)