BOJONEGORO – Karnaval Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-80 di Desa Margoagung, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, mendadak heboh dengan kehadiran simbol “Tikus Berdasi”.
Bukan sekedar hiburan, simbol ini justru menyimpan pesan keras kritik tajam terhadap praktik korupsi dan kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat.
Dalam perayaan yang digelar Jumat (5/9/2025), kehadiran tikus berdasi langsung mencuri perhatian ribuan warga yang memadati jalur karnaval.
Simbol tersebut digambarkan sebagai sindiran blak-blakan kepada pejabat pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Pemkab Bojonegoro, yang dituding masih belum sepenuhnya berpihak kepada kepentingan masyarakat.
Menurut warga, tikus berdasi adalah representasi dari keresahan publik. Ia menjadi lambang perlawanan terhadap korupsi yang masih mengakar, serta kebijakan-kebijakan yang dianggap lebih menguntungkan kelompok tertentu daripada rakyat kecil.
“Ini bukan sekedar hiasan, tapi bentuk suara masyarakat. Kami ingin pejabat sadar kalau rakyat sudah muak dengan korupsi,” ujar seorang peserta karnaval.
Kritik lewat simbol tikus berdasi dinilai tepat, sebab praktik korupsi masih menjadi salah satu masalah terbesar di negeri ini. Dampaknya tidak hanya pada kerugian keuangan negara, tetapi juga memperlambat pembangunan dan memperparah kemiskinan.
Masyarakat Bojonegoro menegaskan bahwa pengawasan rakyat terhadap jalannya pemerintahan harus terus dilakukan. Dengan begitu, kekuasaan benar-benar digunakan untuk kepentingan publik, bukan untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu.
Menariknya, keberanian masyarakat Bojonegoro menyampaikan kritik terbuka ini menunjukkan meningkatnya kesadaran publik terhadap hak-hak demokrasi. Warga tidak lagi takut menyuarakan pendapat, bahkan di momentum sebesar perayaan kemerdekaan.
Namun, kritik saja tidak cukup. Warga berharap agar pemerintah tidak hanya mendengar, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk memberantas korupsi. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan publik harus diperkuat agar tidak ada lagi “tikus berdasi” yang bebas merajalela.
Momentum HUT RI ke-80 ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukan hanya soal seremonial, melainkan juga perjuangan melawan ketidakadilan. Kehadiran tikus berdasi dalam karnaval adalah suara rakyat yang menuntut perubahan.
“Semoga simbol ini jadi tamparan keras untuk pejabat, agar mereka lebih transparan dan tidak mengkhianati rakyat,” harap warga.
Dengan cara kreatif ini, masyarakat Bojonegoro mengingatkan semua pihak, korupsi adalah musuh bersama, dan rakyat siap mengawasi jalannya pemerintahan. (aj)
 
		