Beranda Daerah Generasi Muda Indonesia Lebih Kreatif dari Negara Maju, Ini Buktinya di Kota...

Generasi Muda Indonesia Lebih Kreatif dari Negara Maju, Ini Buktinya di Kota Batu

9ace4d90 5b5a 4097 b157 1b592bc5b3b6

KOTA BATU – Selama ini dikenal sebagai kota wisata dengan udara sejuk dan pemandangan indah, kini Kota Batu mulai menapaki level baru. Bukan sekadar destinasi liburan, tetapi juga sebagai kota inspirasi kreatif yang mampu bersaing secara global.

Gagasan ini mencuat dalam ARTTALK “Kreativitas Berdampak” yang digelar di Studio MataHati Ceramics, Desa Junrejo, Minggu (31/8/2025). Diskusi ini menjadi penutup manis Pameran Keramik Internasional “Independence Day”, yang sukses menampilkan karya seniman dari lima negara.

Hadir sebagai narasumber, Herman Aga (Ketua Komite Ekonomi Kreatif Kota Batu) dan Dwi Lili Indayani (Sekretaris GEKRAFS Kota Batu & Young Ambassador Agriculture 2025). Acara yang dimoderatori Raisa MataHati itu diikuti puluhan audiens dari kalangan pelajar, mahasiswa, komunitas kreatif, barista, hingga komika.

Pendiri Studio MataHati, Mukhlis Arief, menjelaskan bahwa pameran internasional ini merupakan hasil residensi seniman lima negara selama dua bulan di Malang Creative Center (MCC). Setelah itu, karya dipindahkan ke Studio MataHati agar bisa lebih dekat dengan masyarakat lokal.

“Konsepnya jelas: Think global, act local. Kita ingin masyarakat Batu bisa berinteraksi langsung dengan karya global, sekaligus belajar bagaimana kreativitas lokal bisa menembus dunia,” ujarnya.

Mukhlis memperkenalkan konsep Deep Tourism, yaitu wisata yang tidak hanya membuat orang pulang dengan tubuh lelah, tetapi juga membawa inspirasi baru untuk kehidupan maupun pekerjaan mereka.

Hal ini disambut Herman Aga yang menegaskan bahwa wisata Batu kini harus menuju konsep Re-Kreasi.

“Wisatawan datang ke Batu bukan sekadar cari hiburan, tapi juga pulang dengan ide segar untuk berkreasi. Contohnya, seni keramik di MataHati bukan hanya produk, tapi juga pengalaman inspiratif,” ungkap Herman.

Menurutnya, ke depan produk kreatif tidak harus berwujud benda, melainkan juga pengalaman dan kegiatan yang bisa mengasah kreativitas serta kepemimpinan.

Herman juga menyinggung akar sejarah kreativitas di Junrejo. Letak Studio MataHati ternyata tak jauh dari Prasasti Sangguran, peninggalan Mpu Sindok dari Kerajaan Mataram Kuno.

“Secara DNA, daerah ini memang sudah kreatif sejak dulu. Sangguran dulu adalah kawasan perdikan untuk pengrajin senjata. Jadi, kreativitas masyarakat sini memang sudah diwariskan turun-temurun,” jelasnya.

Sementara itu, Dwi Lili Indayani menegaskan bahwa generasi muda Indonesia punya daya kreativitas lebih tinggi dibanding negara maju.

“Karena kita terbiasa dengan keberagaman budaya, anak muda Indonesia punya daya adaptasi luar biasa. Itu modal besar untuk berkompetisi global,” tuturnya.

Ia juga mengapresiasi konsistensi pameran Studio MataHati yang selalu menghadirkan kejutan baru.

“Setiap event MataHati selalu seperti hidden gem. Rasanya seperti di luar negeri, tapi ada di Kota Batu. Konsistensi ini bisa jadi magnet besar bagi talenta kreatif baru,” katanya.

Menariknya, diskusi juga menyinggung karya seniman muda dengan teks “Pancasilat”, sebuah satir atas kondisi bangsa yang carut-marut dan ajakan kembali pada nilai Pancasila.

Menurut Mukhlis, ide-ide kritis seperti ini justru penting untuk membangkitkan kesadaran sosial.

“Anak muda dengan kreativitasnya bisa jadi motor perubahan. Seni bukan hanya indah, tapi juga memantik pemikiran kritis,” pungkasnya.

Dengan hadirnya konsep Deep Tourism dan Re-Kreasi, Kota Batu semakin mantap melangkah sebagai kota wisata inspiratif. Bukan sekadar liburan, tetapi juga ruang belajar, berkarya, dan berkreasi untuk dunia. (Fur)