Beranda Infotaiment Kekacauan di Surabaya: Grahadi Terbakar, Polisi Hujani Massa Gas Air Mata

Kekacauan di Surabaya: Grahadi Terbakar, Polisi Hujani Massa Gas Air Mata

3dfed658 eca1 47e5 8c07 fb4da77b69c4

SURABAYA – Situasi di jantung pemerintahan Jawa Timur berubah mencekam pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari (31/8/2025). Ribuan massa yang menggelar aksi menolak tunjangan DPR berujung ricuh di depan Gedung Negara Grahadi, Kota Surabaya.

Kerusuhan pecah sekiar pukul 21.58 WIB ketika massa mulai melemparkan benda-benda ke arah gedung, sebelum akhirnya api berkobar membakar sebagian area Grahadi.

Press Room yang terletak di sisi gedung, tepat bersebelahan dengan SMA Trimurti, hangus dilalap si jago merah.

Padahal, beberapa jam sebelumnya Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Pangdam V Brawijaya sempat turun menemui massa untuk meredakan situasi.

Namun, upaya itu gagal, massa justru semakin beringas dan aksi protes berubah menjadi kobaran amarah.

Aparat keamanan yang dikerahkan ke lokasi langsung membubarkan kerumunan dengan tembakan gas air mata. Dentuman gas air mata terdengar bertubi-tubi, membuat massa panik dan berlarian ke berbagai arah.

Kepulan asap bercampur dengan kobaran api menambah dramatis situasi di jantung Kota Pahlawan itu.

Kericuhan di Grahadi ini merupakan kali kedua dalam dua hari terakhir, menandai eskalasi protes yang kian meluas dan sulit terkendali.

Gelombang demonstrasi yang mengguncang berbagai daerah awalnya dipicu oleh penolakan publik terhadap kebijakan tunjangan DPR.

Namun, kemarahan kian membara setelah peristiwa tragis menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.

Kematian Affan menyulut solidaritas luas. Dari kalangan driver ojek online, mahasiswa, hingga masyarakat umum, semua bergabung dalam barisan protes.

Di Surabaya, kemarahan itu bermuara di depan Gedung Grahadi, simbol kekuasaan Jawa Timur.

Kerusuhan yang membakar simbol pemerintahan Jawa Timur ini menunjukkan semakin tingginya ketidakpuasan publik terhadap kebijakan pemerintah sekaligus cara aparat menangani demonstrasi.

Situasi ini menjadi alarm serius bagi pemerintah pusat maupun daerah, bahwa gelombang protes bisa sewaktu-waktu meletus lebih besar. (Sam)