LAMONGAN – Pemerintah Kabupaten Lamongan kembali merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Revisi tersebut disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang digelar pada Senin (28/7/2025), disertai penandatanganan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) oleh Bupati Yuhronur Efendi bersama jajaran legislatif.
Di tengah tingginya harapan masyarakat terhadap percepatan pembangunan dan pelayanan publik, pengesahan Raperda Perubahan APBD 2025 justru memicu tanda tanya besar, benarkah revisi ini akan menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
“Ini bukan sekedar pembahasan rutin, tetapi hasil sinergi untuk kemajuan Lamongan,” ujar Bupati Yuhronur atau yang akrab disapa Pak Yes.
Namun di balik pernyataan optimistis tersebut, tak sedikit kalangan menilai bahwa Perubahan APBD hanya mengakomodasi kebutuhan struktural, bukan kebutuhan rakyat secara langsung.
Dalam Raperda yang disetujui, pendapatan daerah diproyeksikan naik menjadi Rp3,237 triliun, namun belanja daerah justru melonjak lebih besar, mencapai Rp3,325 triliun.
Artinya, ada potensi defisit yang harus ditutup entah melalui pembiayaan atau pengurangan belanja lainnya.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran soal efektivitas alokasi anggaran. Apakah belanja yang meningkat benar-benar ditujukan untuk menyentuh lapisan terbawah masyarakat, atau sekedar untuk memoles proyek-proyek besar yang minim dampak langsung.
Meski disebutkan bahwa revisi APBD 2025 disusun berdasarkan proyeksi ekonomi nasional dan dinamika fiskal daerah, belum ada penjelasan rinci program mana saja yang akan benar-benar dipercepat.
Sebaliknya, publik masih menunggu implementasi nyata dari janji-janji pembangunan sebelumnya, yang hingga pertengahan 2025 ini belum sepenuhnya terealisasi.
“Revisi anggaran bisa jadi peluang, tapi juga bisa jadi jebakan jika tidak transparan dan tepat sasaran,” ujar Heri Susilo, S.H, salah satu pemerhati kebijakan publik di Lamongan.
Bersamaan dengan pengesahan Perubahan APBD 2025, Pemkab Lamongan juga menyampaikan pengantar rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026.
Dokumen ini menjadi acuan penyusunan APBD tahun depan, sekaligus bagian dari pelaksanaan RPJMD 2025–2029.
Tema yang diangkat cukup ambisius, “Peningkatan daya saing sumber daya manusia dan pemupukan modal sosial sebagai landasan menuju kejayaan berkelanjutan.”
Namun, publik bertanya apakah visi besar ini bisa diwujudkan jika tantangan dasar seperti infrastruktur, kemiskinan, dan pelayanan kesehatan belum juga terurai.
Dalam rancangan KUA-PPAS 2026, Pemkab Lamongan mematok pendapatan sebesar Rp3,236 triliun dan belanja daerah melonjak menjadi Rp3,434 triliun.
Ini kembali memperlihatkan jurang antara pendapatan dan pengeluaran yang terus melebar.
Pak Yes memaparkan enam prioritas pembangunan untuk tahun 2026 yang mencakup pemantapan SDM, penguatan UMKM, penurunan kemiskinan, pengembangan infrastruktur, harmonisasi sosial, dan digitalisasi birokrasi.
Meski terdengar komprehensif, sejumlah kalangan menyangsikan apakah seluruh program itu bisa dijalankan secara simultan dan berkelanjutan.
“Jangan sampai anggaran besar hanya menjadi simbol, bukan solusi. Masyarakat butuh bukti, bukan hanya pidato,” ujar Abdul Aziz tokoh masyarakat dari Kecamatan Sugio.
Dengan realokasi anggaran yang terus meningkat tiap tahun, sorotan publik terhadap efektivitas, efisiensi, dan transparansi anggaran menjadi semakin tajam.
Banyak warga berharap, APBD bukan hanya menjadi dokumen tebal yang dipenuhi istilah teknokratik, melainkan benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Kini, semua mata tertuju pada bagaimana Pemkab Lamongan membuktikan komitmennya. Apakah enam prioritas pembangunan hanya menjadi daftar panjang visi-misi, atau benar-benar akan dirasakan rakyat di pelosok desa.
Masyarakat Lamongan diharapkan aktif mengawasi pelaksanaan anggaran dan pembangunan di daerah masing-masing.
Perubahan APBD seharusnya menjadi alat koreksi dan percepatan, bukan sekadar formalitas tahunan. (Bup)