JAKARTA – Setelah lebih dari dua dekade menunggu, suara para Pekerja Rumah Tangga (PRT) kembali menggema di gedung parlemen.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Koalisi Serikat Pekerja – Partai Buruh (KSP-PB) menegaskan tuntutan mereka agar DPR RI segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Kamis (17/7/2025) di Badan Legislasi DPR RI, para aktivis buruh menyuarakan jeritan jutaan PRT yang selama ini bekerja tanpa payung hukum yang jelas.
“Negara tidak boleh terus tutup mata. Ada lebih dari lima juta PRT yang hidup dan bekerja dalam ketidakpastian. Ini ketidakadilan yang nyata, dan sudah terlalu lama dibiarkan,” tegas Ramidi, Sekjen KSPI, usai RDPU.
Selama 21 tahun, para PRT dan pendukungnya memperjuangkan pengakuan hak dan perlindungan hukum yang layak.
Namun hingga kini, belum ada satu pun undang-undang khusus yang menjamin hak-hak mereka.
Ironisnya, pekerja migran Indonesia di luar negeri sudah dilindungi UU, tetapi pekerja rumah tangga di dalam negeri justru belum mendapat kejelasan hukum.
KSPI menekankan bahwa UU PPRT harus menjamin dua hal mendasar:
1. Pengakuan bahwa PRT adalah pekerja resmi, bukan sekadar “pembantu”, dan memiliki hak setara dengan pekerja sektor lain.
2. Adanya kontrak kerja tertulis antara PRT dan pemberi kerja, sebagai bentuk kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
“Sudah saatnya kita hapus diskriminasi struktural terhadap PRT. Mereka bukan pekerja kelas dua. Mereka layak dihormati, dilindungi, dan diperlakukan setara,” lanjut Ramidi.
KSPI dan KSP-PB pun menyerukan kepada semua fraksi di DPR RI agar tidak lagi menunda pengesahan UU PPRT.
Menurut mereka, inilah saatnya negara hadir nyata untuk kelompok pekerja yang paling rentan.
“Kalau negara serius soal keadilan sosial dan HAM, maka sahkan RUU PPRT sekarang juga,” tutup Ramidi. (Dms)