Beranda Daerah Belanja Naik, Pendapatan Turun, Pemkab Lamongan Gagal Kelola Anggaran

Belanja Naik, Pendapatan Turun, Pemkab Lamongan Gagal Kelola Anggaran

Bb6eb7ca 9469 4dca 9a9c 9674359012e4

LAMONGAN – Di tengah berbagai janji pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi, Pemerintah Kabupaten Lamongan justru mengumumkan kabar tak sedap.

Dalam rapat paripurna DPRD Lamongan yang digelar Kamis (3/7/2025), Bupati Yuhronur Efendi secara terbuka mengakui bahwa Perubahan APBD 2025 mengalami defisit hingga Rp88,5 miliar.

Pendapatan daerah justru mengalami penurunan 0,66%, turun menjadi Rp3,228 triliun, meskipun belanja daerah justru meningkat 1,75% dari pagu sebelumnya menjadi Rp3,17 triliun.

Ironisnya, situasi ini memaksa pemerintah daerah kembali mengandalkan SILPA tahun 2024 dan pinjaman daerah untuk menutup lubang anggaran yang semakin lebar.

“Defisit ini muncul sebagai dampak perubahan sumber dana dari pemerintah pusat dan provinsi, serta pergeseran anggaran akibat instruksi presiden terkait efisiensi belanja,” kata Bupati Yes.

Pernyataan tersebut memperkuat kekhawatiran publik bahwa pengelolaan anggaran Pemkab Lamongan masih jauh dari efisien dan berisiko menambah ketergantungan terhadap utang serta sisa anggaran tahun lalu.

Fokus pembangunan yang disebut diarahkan pada bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan koperasi dinilai belum menyentuh secara langsung akar persoalan masyarakat, apalagi di tengah tantangan daya beli dan ketimpangan pembangunan antarwilayah yang belum tuntas.

Beberapa program juga menuai tanda tanya publik, seperti pembinaan atlet dan pembangunan stadion di tengah defisit anggaran, sementara kebutuhan pokok masyarakat, seperti air bersih dan akses layanan kesehatan di daerah pelosok, masih memprihatinkan.

Lebih parah lagi, defisit ini datang di tengah semester tahun anggaran, ketika masyarakat berharap percepatan pembangunan dan bukan justru realokasi atau revisi anggaran yang menyulitkan pelayanan publik.

Dengan asumsi sisa pembiayaan 2025 menjadi nol rupiah, maka praktis tidak ada cadangan keuangan daerah yang bisa diandalkan bila terjadi lonjakan kebutuhan mendesak. (Bup)