LAMONGAN – Skandal dugaan penipuan rekrutmen pegawai kembali mencoreng dunia pelayanan publik. Seorang pegawai RSUD Ngimbang berinisial M, yang baru diangkat sebagai PPPK tahun 2024, diduga menjadi otak di balik rekrutmen bodong yang menjerat 10 korban dengan janji palsu jadi tenaga kesehatan (nakes) dan non-nakes di rumah sakit plat merah itu.
Pemerintah Kabupaten Lamongan pun langsung bergerak cepat. Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM), mereka memanggil M pada Selasa, 10 Juni 2025, untuk menjalani klarifikasi. Namun, alih-alih hadir, M justru mengutus pengacara pribadinya, lengkap dengan surat kuasa.
“Ini bukan proses hukum, ini pembinaan kepegawaian. Seharusnya M hadir langsung, bukan diwakilkan,” tegas Shodikin, Kepala BKPSDM Lamongan saat dikonfirmasi, Jumat (13/6/2025).
Modus M terbilang rapi. Ia menjanjikan posisi sebagai pegawai honorer di RSUD Ngimbang.
Salah satu korban berinisial S, warga Kecamatan Sukorame, mengaku telah menyerahkan uang Rp 65 juta tanpa kwitansi karena percaya M punya akses langsung ke Direktur RSUD.
“Kami percaya karena dia bilang dekat dengan Direktur RSUD. Tapi ternyata semua hanya janji kosong,” keluh S via pesan WhatsApp.
Dugaan penipuan ini bukan hanya merugikan secara materi. Beberapa korban bahkan nekat meninggalkan pekerjaan lamanya demi janji pekerjaan baru yang tak pernah ada.
Dari pengakuan awal lewat kuasa hukumnya, M menyebut dirinya hanyalah “wayang”. Ada aktor utama lain, seorang PNS dari salah satu OPD Lamongan, yang kerap muncul di wilayah Ngimbang. Hal ini dibenarkan oleh Direktur RSUD Ngimbang, dr. Abdullah Wasi’an.
“M mengaku tidak bertindak sendiri. Dia sebut ada sosok yang lebih berperan. Tapi identitasnya belum bisa kami buka ke publik,” ujar dr. Wasi’an.
RSUD Ngimbang sendiri mengaku sudah menjatuhkan sanksi internal pada M berupa pemindahan ke posisi yang tak bersentuhan langsung dengan pasien, serta meminta M menandatangani surat pernyataan tak mengulangi perbuatannya.
Namun pertanyaan besar pun muncul, apakah cukup hanya dengan sanksi administratif, sementara kerugian korban mencapai puluhan juta rupiah.
Sayangnya, jawaban dari dr. Wasi’an terkesan menghindar. “Itu murni ulah oknum. Jangan bebankan tanggung jawab ke rumah sakit,” tandasnya.
Ia juga enggan menjawab soal apakah para korban pernah dikumpulkan untuk mediasi. “Kami tidak punya kewajiban,” ucapnya singkat.
Menanggapi serius kasus ini, Pemkab Lamongan membentuk Tim Terpadu berisi unsur BKPSDM, Inspektorat Daerah, Bagian Hukum Setda, dan RSUD Ngimbang.
Tim akan menggelar rapat perdana pada Selasa, 17 Juni 2025, dengan agenda utama: pemanggilan ulang M secara langsung.
“Kalau perlu, kami libatkan Tim Ahli. Ini bukan masalah sepele,” tegas Shodikin.
Jika hasil penyelidikan mengarah ke unsur pidana, BKPSDM siap menyerahkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Ia juga menegaskan bahwa seluruh rekrutmen ASN dan PPPK hanya dilakukan lewat jalur resmi. Tidak ada jalur belakang, tidak ada calo, tidak ada jalur instan.
“Jangan percaya iming-iming pekerjaan dari siapa pun. Semua sudah diatur dalam roadmap nasional penyelesaian honorer,” pungkasnya. (Bup)