Beranda Infotaiment Tak Cuma Trending, PIJAR Ubah Media Sosial Jadi Medan Juang

Tak Cuma Trending, PIJAR Ubah Media Sosial Jadi Medan Juang

Img 20250610 wa0024

JAKARTA – 10 Juni 2025 jadi tanggal bersejarah bagi mereka yang percaya bahwa suara rakyat tak boleh dibungkam. PIJAR (Perhimpunan Jurnalis Rakyat), organ media milik Partai Buruh, resmi genap berusia tiga tahun.

Lebih dari sekadar ulang tahun, momen ini bertepatan dengan satu dekade peringatan Hari Media Sosial di Indonesia.

PIJAR lahir bukan dari ruang redaksi mewah, tapi dari jalanan perjuangan buruh, sawah-sawah petani, rumah-rumah sempit pekerja informal, dan ruang digital rakyat kecil.

Di tengah dominasi media korporat yang kerap membungkam suara kritis, PIJAR hadir membawa cahaya memberi ruang bagi cerita-cerita yang tak terdengar, tak diberitakan, tapi sangat nyata.

“Ketika suara rakyat dibungkam, media sosial dan jurnalisme rakyat menjadi pengeras suaranya,” tegas Dimas P Wardhana, Wakil Sekjen KSPI Bidang Informasi dan Komunikasi.

Lewat tangan para jurnalis akar rumput, PIJAR menyuarakan nasib buruh yang terancam PHK, petani yang tergusur, perawat yang dieksploitasi, hingga masyarakat adat yang terusir dari tanah leluhur. Inilah wajah Indonesia yang jarang muncul di headline besar jujur, keras, dan penuh harapan.

Bersamaan dengan peringatan Hari Media Sosial ke-10—yang pertama kali digagas oleh Handi Irawan D. pada 10 Juni 2015 PIJAR mengajak masyarakat untuk tak sekadar jadi pengguna media sosial, tetapi juga penggerak perubahan melalui platform digital.

Media sosial hari ini bukan sekadar tempat berbagi cerita ringan. Bagi PIJAR dan gerakan rakyat, itu adalah “medan tempur digital” untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan solidaritas.

“Suara rakyat bisa ditenggelamkan oleh algoritma, tapi tidak akan pernah bisa dibungkam. PIJAR akan terus jadi gaungnya,” lanjut Dimas.

Tiga tahun PIJAR bukan sekadar pencapaian, tapi juga pengingat bahwa jurnalisme sejati berpihak pada kebenaran dan keberpihakan pada yang lemah.

PIJAR akan terus mencetak jurnalis rakyat dari bawah, menyambungkan gerakan, dan menghidupkan ruang-ruang digital sebagai alat perjuangan kolektif.

Karena saat ini, bukan cuma penting untuk bersuara. Tapi memastikan suara itu tak hanya didengar melainkan menggema. (Dms)