BOJONEGORO – Warga Desa Pragelan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, telah dibuat resah dengan proses seleksi perangkat desa yang diduga sarat kepentingan.
Pasalnya, anak dan menantu Kepala Desa Pragelan, Rumiati, ikut ambil bagian dalam seleksi yang akan digelar pada 11 Juni 2025.
Isu ini memicu kegelisahan publik karena munculnya dugaan bahwa hasil seleksi telah “diatur” jauh-jauh hari sebelum ujian berlangsung.
Dari delapan nama yang akan bersaing memperebutkan tiga formasi jabatan, dua nama langsung menyita perhatian warga:
Formasi Kaur Keuangan: Mokhamad Alfian, Hesta Afita Nanda, Julia Puput Seliana
Kepala Dusun Pragelan: Rozy Iswanto, Dimas Aditya Pratama
Kepala Dusun Randupitu: Areza Ade Nugraha (anak Kades), Eka Puspita Sari (menantu Kades), Mianto
Nama Areza Ade Nugraha menjadi sorotan utama. Banyak warga meyakini, ia bakal keluar sebagai “pemenang” seleksi meski ujian belum digelar.
Rumor ini makin menguat setelah salah satu peserta seleksi yang enggan disebutkan namanya angkat bicara.
“Kalau sampai benar anak dan menantu Kades menang, habislah kepercayaan warga ke panitia dan kampus penyelenggara. Katanya sih sudah dikondisikan,” ucapnya, Selasa (10/6/2025).
Upaya awak media untuk mengonfirmasi kabar ini kepada Ketua Panitia Desa, Agus, berakhir tanpa jawaban. Berkali-kali dihubungi, tetap tak memberi respon.
Sementara itu, Universitas Wisnuwardhana (UNIDHA) Malang, yang ditunjuk sebagai pihak ketiga untuk menguji peserta, juga sulit diakses untuk dimintai penjelasan.
Yang mengejutkan, justru datang dari Kepala Desa Pragelan Rumiati sendiri. Saat dikonfirmasi via telepon, ia mengakui bahwa anak dan menantunya ikut seleksi. Namun pernyataan berikutnya membuat publik makin geram.
“Kalau iya, kenapa,” ujarnya santai, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pernyataan tersebut dinilai menantang dan memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dalam proses seleksi.
Banyak yang menilai hal ini mencoreng prinsip transparansi, keadilan, dan meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam proses perekrutan perangkat desa.
Meski seleksi menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang dianggap modern dan minim manipulasi, namun publik tetap curiga.
Dugaan seperti kebocoran soal, pengaturan nilai, hingga pengendalian jarak jauh (remote access) jadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Jika semua ini terbukti benar, maka kredibilitas panitia dan Universitas UNIDHA sebagai penguji patut dipertanyakan.
Proses yang seharusnya mendorong profesionalisme justru terancam berubah menjadi ajang bagi-bagi jabatan untuk kalangan keluarga dan orang dalam.
Warga kini menanti, akankah seleksi ini benar-benar jujur, atau hanya sandiwara demi mempertahankan dinasti kekuasaan di tingkat desa. (Er)