LAMONGAN – Dalam semangat merayakan Hari Pendidikan Nasional 2025, Pemerintah Kabupaten Lamongan kembali menunjukkan keahliannya membuat seremoni megah, sementara realita pendidikan tetap menantang.
Acara digelar penuh simbolisme di Pendopo Lokatantra, Jumat (2/5/2025), dengan deretan kursi empuk, pidato panjang, dan tentu saja piagam kehormatan yang dijadikan “bukti cinta” untuk para guru.
Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi dengan semangat penuh metafora menyampaikan bahwa guru adalah “suluk peradaban” dan “pelita dalam gelap.”
Sayangnya, pelita itu tampaknya harus menyala dengan minyak swadaya, karena urusan kesejahteraan guru masih tersangkut di tumpukan wacana.
“Ini momentum mengingatkan kita pentingnya investasi SDM,” kata Pak Yes, tanpa menyebut bahwa investasi yang dimaksud lebih sering berbentuk spanduk ucapan dan poster motivasi ketimbang fasilitas nyata.
Dalam pidatonya yang dramatis, Pak Yes menyebut bahwa guru adalah agen peradaban di tengah dunia yang semakin tidak pasti.
Ironisnya, yang pasti justru beban administrasi guru yang makin berat, dan kurikulum yang berubah lebih sering dari musim durian.
Pemkab Lamongan pun bangga dan wajib disebut dalam berita bahwa Indeks Pembangunan Manusianya naik dari 75,29 menjadi 75,9. Kenaikan yang hampir sebesar harga gorengan pasca lebaran, namun cukup dijadikan bukti bahwa semuanya berjalan “positif.”
Tak kalah dramatis, Kepala Dinas Pendidikan, Munif Syarif, menyebut penghargaan guru sebagai bentuk dorongan untuk pendidikan karakter.
Karakter yang kuat, tentu, sangat dibutuhkan untuk bertahan menghadapi realita lapangan yang sering kali tidak sesuai dengan panggung pidato.
Puncak selebrasi ditandai dengan upacara di Alun-Alun yang berlangsung “meriah” karena sukses mengumpulkan banyak kamera dan selfie peserta.
Sementara itu, para guru kembali ke ruang kelas dengan semangat setengah penuh, bertanya dalam hati. “Setelah semua ini, kapan giliran kami benar-benar dihargai, bukan cuma dipuji,”. (Bup)