BOJONEGORO – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terus menunjukkan komitmennya untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel atau yang dikenal sebagai good governance.
Salah satu langkah nyata yang kini menjadi fokus utama adalah peningkatan efisiensi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Input Data Rencana Umum Pengadaan (RUP) Tahun 2025 yang berlangsung Jumat (25/4/2025) di Ruang Angling Dharma, Wakil Bupati Bojonegoro Nurul Azizah menekankan pentingnya konsolidasi paket pengadaan langsung.
Langkah ini selaras dengan arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya mencegah potensi penyimpangan.
Wabup Nurul mengungkapkan bahwa setiap OPD harus melakukan perencanaan yang matang dan menyusun pengadaan secara efektif, terutama jika menyangkut kebutuhan mendesak dan prioritas yang menyentuh kepentingan publik.
Untuk hal-hal semacam itu, nota dinas kepada Bupati diperlukan agar proses berjalan sesuai koridor.
Dari sisi keuangan daerah, APBD 2025 mengalami penyesuaian dari semula Rp 7,9 triliun menjadi Rp 7,6 triliun, seiring koreksi SilPa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun sebelumnya.
“Kita telah melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp 1,9 triliun, salah satunya melalui pengurangan biaya perjalanan dinas,” ungkapnya.
Wabup juga menjelaskan bahwa saat ini terdapat 9.054 paket pengadaan langsung berdasarkan data RUP per 8 April 2025.
Namun, hasil evaluasi oleh Inspektorat dan BPBJ menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam metode pengadaan di beberapa kegiatan.
Oleh karena itu, pembenahan dan penyesuaian metode akan segera dilakukan dan dikoordinasikan dengan masing-masing Pengguna Anggaran (PA).
“Konsolidasi paket pengadaan yang sejenis sangat penting untuk efektivitas dan efisiensi. Misalnya, jika dalam satu desa ada empat proyek drainase berdekatan, lebih baik dikaji untuk dijadikan satu paket,” jelas Nurul Azizah.
Ia juga mengingatkan bahwa proses pengadaan harus tertib sejak tahap perencanaan anggaran, dan semua OPD wajib memahami serta mengikuti mekanisme yang berlaku, termasuk pencatatan di aplikasi SPSE dan sistem SIRUP.
Sementara itu, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, David Yudha, menegaskan pentingnya peran kepala OPD dalam mengawasi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Sering kali terjadi kekeliruan dalam memahami perbedaan antara pengadaan langsung dan penunjukan langsung. Ini harus diluruskan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses,” katanya.
Ia menjelaskan, pengadaan langsung berlaku untuk nilai sampai Rp 200 juta atau melalui e-Purchasing, sedangkan penunjukan langsung hanya untuk kondisi tertentu dan tidak dibatasi nilainya.
Rakor evaluasi ini berlangsung selama dua hari dan diikuti oleh 117 PPK serta staf pembantu dari seluruh OPD di Bojonegoro.
Kegiatan ini menjadi sarana penguatan koordinasi dan pemantapan pelaksanaan program di tahun anggaran 2025, sekaligus bentuk nyata komitmen Pemkab Bojonegoro dalam menciptakan sistem pengadaan yang transparan dan tepat sasaran. (aj)