SURABAYA – Institut Molekul Indonesia (IMI) kembali melahirkan gebrakan di dunia medis. Kali ini, lewat peluncuran divisi baru bernama Indonesia Stroke Recovery Initiation atau disingkat IStRI, yang bertujuan menjadi harapan baru dalam pemulihan pasien stroke di Indonesia. Divisi ini resmi mulai beroperasi bulan ini di RAHO Premier Darmo Hill, Surabaya.
IStRI hadir sebagai bentuk kepedulian terhadap jutaan penyintas stroke yang selama ini belum mendapatkan solusi pemulihan maksimal.
Divisi ini memadukan teknologi canggih dengan pendekatan menyeluruh terhadap pasien, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.
“Pemulihan stroke tak bisa hanya fokus pada tubuh. Kita harus menyentuh sisi emosional dan sosial pasien juga. Karena itu, kami ingin mereka kembali menjadi manusia seutuhnya, bukan sekadar sembuh dari gejala,” ujar dr. Aditya Tri Hernowo, Ph.D., penggagas IStRI sekaligus peneliti senior di IMI.
IStRI mengusung program terapi selama 10 minggu yang melibatkan tim multidisiplin, dokter, terapis, peneliti, serta pendamping pasien dan keluarga.
Setiap peran dirancang untuk menciptakan ekosistem pemulihan yang terpadu, mulai dari pemantauan medis hingga dukungan emosional.
Namun yang membuat IStRI benar-benar istimewa adalah penggunaan teknologi nanobubble, yakni gelembung gas ultra-mikro berukuran nano yang mampu menembus hingga pembuluh darah terkecil.
Gelembung ini membawa oksigen dan molekul penting untuk mempercepat regenerasi jaringan otak yang rusak akibat stroke, memperlancar peredaran darah, serta meminimalisir risiko komplikasi lanjutan.
Teknologi nanobubble sendiri pertama kali dikembangkan oleh Guru Besar Universitas Brawijaya, Prof. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc., bersama tim penelitinya.
Mereka memecah gas menjadi partikel nano yang kemudian diinfuskan ke tubuh manusia, dengan kemampuan menembus pembuluh darah mikro dan bahkan membersihkan sumbatan yang menjadi biang kerok stroke dan penyakit degeneratif lainnya.
Mewujudkan terapi inovatif ini tentu memerlukan dukungan besar, baik dari segi finansial maupun partisipasi masyarakat.
Maka dibentuklah RAHO Club komunitas yang kini beranggotakan lebih dari 15.000 orang dari berbagai profesi, termasuk pengusaha, pejabat tinggi, anggota DPR, jurnalis, dokter, hingga warga dari luar negeri.
RAHO Club tak hanya menjadi pengguna rutin terapi nanobubble, tetapi juga menjadi tulang punggung pembiayaan uji klinis dan riset teknologi ini.
Ketua RAHO Club, Kan Eddy, menceritakan bahwa dirinya sendiri adalah bukti nyata efektivitas terapi ini. Setelah terkena stroke dan menjalani tiga kali infus nanobubble, ia pulih dalam waktu 1,5 bulan.
“Pengalaman pribadi saya menjadi motivasi untuk mendukung penuh pengembangan terapi ini agar bisa dirasakan lebih banyak orang,” kata Kan Eddy, yang juga pengusaha properti.
Melalui kolaborasi dengan institusi akademik dan medis, IStRI berharap terapi nanobubble suatu hari nanti bisa terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan nasional dan dijamin oleh BPJS.
Misinya jelas, memperluas akses, menjangkau hingga pelosok negeri, dan menjadikan terapi stroke berbasis nanobubble sebagai standar pemulihan modern.
Di akhir wawancara, dr. Adit menyampaikan pesan yang menyentuh bagi para penyintas stroke.
“Jangan pernah kehilangan harapan, ilmu pengetahuan terus bergerak maju, dan kami akan terus berjalan bersama Anda menuju pemulihan,” katanya.
IStRI bukan sekadar inovasi medis. Ia adalah gerakan kemanusiaan membuka peluang baru bagi ribuan orang untuk kembali berdiri, kembali bergerak, dan kembali hidup dengan kualitas yang lebih baik. (Red)