Beranda Peristiwa Takdir Atau Fenomena, Dua Srikandi Anggota DPRD Bojonegoro Fraksi PKB Meninggal di...

Takdir Atau Fenomena, Dua Srikandi Anggota DPRD Bojonegoro Fraksi PKB Meninggal di Tanggal Yang Sama

Img 20250420 wa0003

BOJONEGORO – Dalam kurun waktu hanya satu bulan, dua perempuan tangguh anggota DPRD Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, berpulang ke hadapan Sang Pencipta.

Kepergian mereka bukan hanya menyisakan duka, tapi juga memantik tanya, benarkah ini hanya kebetulan?

Tragedi pertama mengguncang tanah air pada 20 Maret 2025. Eny Soedarwati, sosok enerjik dari Fraksi PKB yang dikenal vokal dan merakyat, menghembuskan napas terakhirnya saat menunaikan ibadah umroh.

Bus yang ditumpanginya bersama rombongan jemaah mengalami kecelakaan di perjalanan antara Madinah dan Makkah.

Di tanah suci, niat ibadah berubah menjadi detik-detik terakhir kehidupan, sebuah ironi yang membuat banyak hati tercekat.

Belum reda kesedihan atas kepergian Eny, satu bulan berselang, kabar duka kembali menyelimuti Bojonegoro.

Tepat pada 20 April 2025, Dyah Ayu Ratna Dewi juga dari Fraksi PKB dan dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Alhamdulillah di Desa Geger menghembuskan napas terakhir di rumah sakit.

Tanpa peringatan, tanpa keluhan panjang, pembuluh darah di kepalanya pecah, mengakhiri hidupnya dalam sekejap.

Padahal, Dyah dikenal sehat dan aktif dalam kegiatan keagamaan.

Kedua kejadian memilukan ini tak hanya membuat publik Bojonegoro terkejut, tapi juga menimbulkan perbincangan hangat.

Bagaimana mungkin dua perempuan legislatif dari fraksi dan daerah yang sama, berpulang di tanggal yang identik 20, hanya sebulan berselang?

Apakah ini hanya serangkaian kebetulan? Ataukah semesta sedang memberi pesan tersembunyi?

Secara medis, tentu ada penjelasan logis. Kecelakaan bisa menimpa siapa saja, kapan saja.

Begitu pula pecahnya pembuluh darah, yang meskipun mengejutkan, merupakan kondisi medis yang bisa terjadi tiba-tiba.

Namun, publik tak bisa menahan diri untuk mengaitkannya dengan sesuatu yang lebih besar, takdir yang misterius atau bahkan fenomena yang belum terjelaskan.

Yang jelas, Bojonegoro telah kehilangan dua figur perempuan yang berdedikasi.

Eny Soedarwati, pejuang di ranah kebijakan publik. Dyah Ayu Ratna Dewi, penjaga nilai-nilai spiritual di akar masyarakat.

Mereka adalah dua wajah perjuangan perempuan, yang kini hanya tinggal kenangan.

Di balik duka dan spekulasi, masyarakat Bojonegoro tetap berharap agar kepergian mereka dijadikan momentum refleksi bahwa hidup tak pernah bisa ditebak, dan jasa mereka harus terus dikenang.

Selamat jalan, para srikandi. Bojonegoro menangis, namun juga bangga pernah memiliki kalian. (aj)