MOJOKERTO – Aksi brutal sekelompok debt collector kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Ebit, warga asal Kabupaten Nganjuk yang tercatat sebagai debitur di MNC Finance Cabang Kediri, menjadi korban tindakan intimidatif dan percobaan perampasan kendaraan oleh sejumlah oknum penagih utang.
Peristiwa menegangkan itu terjadi pada Sabtu siang, 12 April 2025, saat Ebit bersama keluarganya dalam perjalanan menuju Surabaya.
Namun setibanya di wilayah Kabupaten Mojokerto, ia mendapati dirinya dibuntuti oleh tiga mobil tak dikenal.
Situasi semakin mencekam ketika mobil-mobil tersebut mencoba memepet dan menghentikan laju Toyota Avanza miliknya dengan nomor polisi AE 1101 EV.
Merasa terancam dan nyaris celaka, Ebit segera menepikan kendaraannya di Pos Lalu Lintas Mertex, Bypass Mojokerto.
Namun belum sempat merasa lega, ia sudah dikerumuni oleh lebih dari enam orang yang mengaku sebagai debt collector dari MNC Finance.
Mereka berusaha merebut mobilnya di hadapan keluarganya yang ketakutan di dalam kendaraan.
Tak tinggal diam, Ebit langsung meminta perlindungan dari petugas di pos lalu lintas tersebut. Berkat intervensi aparat, para penagih utang itu akhirnya mundur.
Ebit kemudian langsung menuju Polres Mojokerto untuk melaporkan kejadian tersebut, didampingi oleh petugas yang berjaga.
“Saya dan keluarga benar-benar merasa terancam. Anak istri saya sampai sekarang masih trauma atas kejadian itu,” ujar Ebit saat diwawancarai wartawan pada Kamis, 17 April 2025.
Laporan resmi pun telah dibuat di Polres Mojokerto, dan Ebit dijadwalkan untuk memberikan keterangan sebagai pelapor pekan depan.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan tersebut.
Ebit menyebut sejumlah nama yang dikenalnya sebagai bagian dari aksi tersebut, di antaranya Iwan Sitorus, Imam alias “Planet Moker”, dan Anton.
Ketiganya diduga berasal dari pihak ketiga penagih utang yakni PT Cakra Baymax Sistem, yang beralamat di Kabupaten Jombang.
Menanggapi hal tersebut, Dodik Firmansyah, S.H., selaku kuasa hukum Ebit, menilai tindakan para debt collector tersebut merupakan bentuk premanisme yang melanggar hukum.
Menurutnya, dalam sengketa fidusia, proses pengambilan aset tidak bisa dilakukan secara paksa di lapangan, melainkan harus berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Ini sudah masuk dalam kategori tindak pidana, mengacu pada pasal 365 KUHP tentang perampasan,” tegas Dodik.
Ia juga mengingatkan para pelaku usaha jasa keuangan agar lebih selektif dalam menggunakan pihak ketiga untuk menagih utang.
Semua proses penagihan harus tetap berpedoman pada Peraturan OJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Dodik berharap, pihak Satreskrim Polres Mojokerto segera menindaklanjuti laporan kliennya secara serius dan memeriksa para terlapor sesuai bukti-bukti yang telah dikumpulkan.
Kasus ini kembali membuka mata publik bahwa tindakan kasar dalam proses penagihan utang bukan hanya melanggar etika, tetapi juga bisa menyeret pelaku ke ranah pidana. (Ded)