Beranda Daerah Di Tahun 2025 Ada 106 Desa Diperkirakan Terpengaruh Kekeringan, Ini Solusi Pemkab...

Di Tahun 2025 Ada 106 Desa Diperkirakan Terpengaruh Kekeringan, Ini Solusi Pemkab Bojonegoro

Img 20250226 Wa0084

BOJONEGORO – Kabupaten Bojonegoro menghadapi masalah ketersediaan air yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2025, diperkirakan 106 desa masih akan terpengaruh oleh kekeringan, dengan 93 di antaranya mengalami kekeringan yang sangat parah. Hal ini membuat daerah tersebut sangat bergantung pada bantuan pengiriman air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Namun, metode pengiriman air oleh BPBD dianggap tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berencana untuk memprioritaskan langkah-langkah tindak lanjut terkait isu ini.

Untuk mencari solusi atas masalah kekeringan, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah (Wahono-Nurul) melakukan kunjungan ke Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 17 Januari 2025, beberapa minggu sebelum pelantikan. Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari praktik dan strategi pengelolaan air yang telah diterapkan di daerah tersebut.

Didampingi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMKP2KB) Kabupaten Gunungkidul, Bupati dan Wakil Bupati bertemu dengan kepala dan perangkat Desa Wisata Nglanggeran serta pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola air bersih lokal.

Kabupaten Gunungkidul terus berupaya menjaga ketahanan air dengan memanfaatkan sumber air tanah, air permukaan, dan air hujan. Hampir semua sumber air tersebut dikelola untuk kebutuhan domestik dan air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gunungkidul, bersama kelompok masyarakat, individu, dan BUMDes. Selain itu, ketersediaan air juga digunakan untuk irigasi, intensifikasi lahan pertanian, inovasi pertanian hortikultura, dan pengembangan pakan ternak.

Dari kunjungan ke Desa Nglanggeran, Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro terinspirasi untuk mengoptimalkan berbagai sumber air alternatif yang ada di Bojonegoro, seperti revitalisasi waduk, sendang, dan embung, panen air hujan, pengaliran dan penyulingan air, serta pemetaan sumber-sumber air baru.

“Kami telah mengunjungi Kabupaten Gunungkidul untuk mempelajari strategi pengelolaan air. Ke depan, kami akan berusaha merevitalisasi beberapa sumber air permukaan di Bojonegoro untuk irigasi dan penyediaan air bersih yang lebih efektif,” tegas Bupati Wahono.

Kunjungan dilanjutkan ke Banyumanik Research Center (BRC) untuk mempelajari teknologi pengelolaan air hujan, kolam lele di buis beton, serta berbagai inovasi lainnya. “Kami banyak belajar tentang inovasi baru di Banyumanik Research Center. Secara bertahap, kami akan mengadopsi teknologi mereka di beberapa lokasi dengan menyesuaikan dukungan infrastruktur yang ada,” ujar Bupati Wahono.

Sebagai langkah lanjutan dari kunjungan tersebut, Bojonegoro telah membangun 55 Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH) di beberapa lokasi percontohan. Secara bertahap, jumlah ini akan ditambah di lokasi-lokasi lainnya. Diharapkan, IPAH tersebut dapat dimanfaatkan untuk menampung air hujan selama musim penghujan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat yang terdampak kekeringan saat musim kemarau. Selain itu, Pemerintah Kabupaten juga akan segera melakukan penyulingan air minum di beberapa sendang percontohan.

Dengan serangkaian kunjungan dan kebijakan konkret ini, diharapkan program-program yang telah dilaksanakan dapat berlanjut demi ketersediaan air yang lebih baik di Bojonegoro. Rencana tindak lanjut yang dihasilkan dari observasi di Kabupaten Gunungkidul akan menjadi salah satu fokus utama Bupati dan Wakil Bupati untuk mewujudkan Bojonegoro yang makmur dan membanggakan. (aj)