BOJONEGORO – Setelah dilantik secara resmi pada Kamis (20/02/2025) di Istana Negara, Jakarta, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah segera memulai program kerja untuk masyarakat Bojonegoro. Langkah awal mereka adalah menghadirkan inovasi nyata dalam bidang penyediaan air.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), diperkirakan pada tahun 2025 ini akan ada 106 desa yang mengalami kekeringan, di mana 93 desa di antaranya termasuk dalam kategori kekeringan ekstrem. Hingga puncak musim kemarau pada bulan Agustus mendatang, desa-desa tersebut masih membutuhkan pasokan air bersih karena tidak memiliki sumber air di daerah mereka. Meskipun Bojonegoro memiliki curah hujan yang cukup tinggi, ketidakseimbangan curah hujan yang drastis selama musim kemarau menyebabkan krisis air bersih yang berkepanjangan.
Situasi ini menjadi perhatian utama bagi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro. “Untuk mengatasi kekeringan di Bojonegoro, kami telah mengambil langkah cepat pada tahun 2025 ini untuk membantu masyarakat, salah satunya melalui pengolahan air hujan,” tegas Bupati Wahono.
Bupati dan Wakil Bupati siap meluncurkan program unggulan Instalasi Pemanen Air Hujan (IPAH) untuk memanfaatkan air hujan sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan bagi masyarakat, terutama di daerah yang mengalami kekeringan ekstrem. “Air hujan merupakan salah satu sumber air alternatif yang berkelanjutan dan hemat bagi masyarakat,” tambah Bupati Wahono.
Sebagai bagian dari komitmen pemerintah daerah, Pemkab Bojonegoro telah memulai langkah konkret dengan menginstalasi 30 unit IPAH di berbagai wilayah yang terdampak. Program ini akan diperluas dengan rencana penambahan 100 unit IPAH baru dalam waktu dekat, di mana 25 unit di antaranya akan didukung oleh Universitas Bojonegoro melalui skema pengabdian masyarakat. Dengan menggunakan IPAH, air hujan dapat diolah menjadi air bersih dan disalurkan ke dalam tanah melalui sumur resapan.
Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah juga telah melakukan kunjungan langsung ke Banyumanik Research Center (BRC) di Kabupaten Gunungkidul untuk mempelajari teknologi dan metode optimalisasi pengolahan air hujan. Dengan mengadopsi praktik baik dari BRC, yaitu filtrasi air hujan untuk air minum bersih, diharapkan program IPAH di Bojonegoro dapat memberikan solusi yang berkelanjutan dan menjawab tantangan ketersediaan air di daerah tersebut.
Selain menjadi solusi untuk ketahanan air, pengolahan air hujan juga berpotensi menjadi sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat, seperti produk “Heaven Water”, yaitu air minum hasil pengolahan air hujan dari BRC yang inspiratif.
“Kami berkomitmen untuk memberikan solusi nyata bagi warga Bojonegoro yang terkena dampak kekeringan. Melalui program IPAH ini, kami berharap dapat menciptakan ketahanan air yang lebih baik dan memanfaatkan potensi air hujan secara optimal untuk kebutuhan masyarakat,” ungkap Bupati Wahono.
Dengan adanya program IPAH ini, diharapkan masyarakat Bojonegoro tidak akan lagi mengalami krisis air saat musim kemarau, berkat pengelolaan air hujan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan semangat kolaboratif dan inovatif, pasangan pemimpin baru ini bertekad untuk membawa perubahan positif dan signifikan bagi Kabupaten Bojonegoro, menjadikannya daerah yang makmur dan membanggakan. (aj)