Beranda Infotaiment Pulau Nusa Barung: Kehidupan Fauna Dari Penyu Hingga Elang Jawa

Pulau Nusa Barung: Kehidupan Fauna Dari Penyu Hingga Elang Jawa

Img 20250218 Wa0024

MEDIA CAHAYA BARU – Di perairan selatan Jawa Timur, terdapat sebuah ekosistem liar yang masih menyimpan banyak misteri bagi dunia ilmiah. Pulau Nusa Barung, sebuah pulau kecil yang tampak terasing di tengah lautan, berada di dalam wilayah Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, menjadi benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati yang jarang terjamah.

Pulau ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sejak tahun 1920 dan diakui sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia (Kepres No 6/2017). Dengan luas 7.635,9 ha dan tanpa penghuni, pulau ini kini berstatus Suaka Margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.314/MENHUT-II/2013 yang dikeluarkan pada 1 Mei 2013. Saat ini, dengan dukungan teknologi canggih seperti e-DNA, soundscape, dan citra satelit, para ilmuwan mulai mengungkap fakta baru mengenai kehidupan liar di pulau ini.

Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur, pada Senin (17/2/2025) menjelaskan bahwa Pulau Nusa Barung merupakan mosaik ekosistem yang unik. Hutan pantainya dipenuhi oleh vegetasi khas seperti Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Putat (Barringtonia sp.), dan Pandan Laut (Pandanus tectorius). Keberadaan hutan mangrove di sekitar Teluk Plirik dan Teluk Kandangan menunjukkan bahwa ekosistem di pulau ini masih berfungsi dengan baik. Di sini, Rhizophora mucronata dan Avicennia sp. menciptakan habitat bagi berbagai spesies ikan, kepiting, dan burung air.

Namun, yang paling mengejutkan dari eksplorasi terbaru adalah adanya ekosistem hutan tropis dataran rendah yang masih sangat alami. Penelitian terbaru (Mei 2024) yang dilakukan oleh tim dari Pusat Riset Zoologi Terapan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tenger Semeru, Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Samboja, serta Yayasan Pakarti, menemukan indikasi keberadaan Rafflesia. Bunga parasit yang sangat langka ini hidup pada tanaman inang Tetrastigma sp. Jika temuan ini dapat dikonfirmasi, maka akan menjadi penemuan ilmiah yang signifikan dan menambah nilai penting status kawasan Nusa Barung sebagai kawasan konservasi.

Kehidupan Fauna: Dari Penyu Hingga Elang Jawa

Pulau Nusa Barung juga menjadi habitat bagi berbagai jenis fauna. Pantainya merupakan lokasi pendaratan rutin bagi penyu hijau (Chelonia mydas) yang datang untuk bertelur setiap tahun. Selain itu, spesies langka seperti penyu sisik (Eretmochelys imbricata) juga dapat ditemukan di perairan sekitar pulau ini.

Di dalam hutan, kamera jebak berhasil merekam keberadaan Rusa Timor (Rusa timorensis) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Survei burung mencatat lebih dari 30 spesies, dengan Pycnonotus plumosus dan Chalcophaps indica sebagai dua spesies dominan yang mengisi suara di pulau ini.

Beberapa spesies pemangsa langka seperti Elang Laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang Ular Bido (Spilornis cheela), dan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) juga terlihat terbang di langit Nusa Barung. Hal ini menunjukkan bahwa rantai makanan di pulau ini masih berfungsi dengan baik secara alami.

Menyelami Simfoni Alam: Analisis Bioakustik dan e-DNA

Penggunaan bioakustik untuk mengungkap kehidupan tersembunyi di Nusa Barung sangat menarik. Perekaman suara di dalam hutan menghasilkan lebih dari 24.000 anotasi suara, dengan sebagian besar berasal dari burung, serangga, dan amfibi. Analisis lanskap suara menunjukkan bahwa pulau ini memiliki indeks keanekaragaman akustik yang tinggi, yang menandakan lingkungan yang masih sehat dan kaya akan spesies.

Teknologi e-DNA yang diterapkan di pulau ini juga memberikan kejutan besar. Sampel yang diambil dari sumber air tawar dan batang pohon mengungkapkan keberadaan 554 spesies dari lima kingdom: Amoebozoa, Animalia, Chromalveolata, Fungi, dan Plantae. Ini termasuk berbagai spesies mikroba yang sebelumnya belum terdeteksi di pulau ini.

Dalam ekspedisi tersebut, para peneliti juga menemukan 11 spesies kelelawar, semuanya merupakan catatan baru untuk Pulau Nusa Barung. Salah satu spesies yang paling dominan adalah Rousettus amplexicaudatus, kelelawar pemakan buah yang berperan penting dalam penyebaran biji.

Sementara itu, survei herpetofauna berhasil mencatat 19 spesies reptil dan amfibi, termasuk biawak air (Varanus salvator), biawak abu-abu (Varanus nebulosus), serta beberapa spesies katak dan cicak yang sebagian besar merupakan catatan baru bagi pulau ini. Penemuan ini semakin menegaskan bahwa Nusa Barung adalah tempat perlindungan penting bagi fauna yang memerlukan habitat alami dengan sedikit gangguan manusia.

Tantangan dan Harapan untuk Konservasi Pulau Nusa Barung

Meskipun memiliki kekayaan biodiversitas yang melimpah, Pulau Nusa Barung menghadapi berbagai tantangan dalam upaya konservasi. Lokasinya yang terpencil dan akses yang sulit menjadikan penelitian dan pengawasan sebagai hal yang kompleks, di mana gelombang Samudra Indonesia membatasi waktu untuk eksplorasi.

Namun, penemuan-penemuan terbaru memberikan peluang besar untuk konservasi yang berbasis data. Dengan memahami pola ekologi dan distribusi spesies, pengelolaan kawasan ini dapat dilakukan dengan lebih efektif, sehingga ekosistem liar di Nusa Barung dapat tetap terjaga. Penelitian lanjutan akan terus dilakukan, termasuk pemantauan terhadap spesies yang baru ditemukan serta kemungkinan adanya spesies langka lainnya yang mungkin masih tersembunyi di berbagai sudut pulau. (aj)

Artikel sebelumyaJelang Pelantikan, Setyo Wahono dan Nurul Azizah Ikuti Gladi
Artikel berikutnyaFandi Akhmad Yani – Asluchul Alif Ikuti Rangkaian Kegiatan Sebelum Pelantikan