BOJONEGORO – Rapat Kerja Gabungan Pimpinan DPRD bersama Komisi A dan D DPRD Bojonegoro digelar di Ruang Banggar Gedung DPRD Bojonegoro, Jl. Veteran, guna membahas tindak lanjut tuntutan ganti rugi tanah warga Jl. Pemuda, Kelurahan Ngrowo, Kecamatan Bojonegoro, Selasa (4/2/2025).
Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua III DPRD Bojonegoro, Mitro’atin, didampingi Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Imam Sholikin. Turut hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKP-CK), Kantor Pertanahan ATR/BPN Bojonegoro, Camat Bojonegoro, Lurah Ngrowo, serta perwakilan warga terdampak.
Dalam rapat, Mitro’atin menegaskan bahwa dasar pembayaran ganti rugi akan mengacu pada dokumen yang diterbitkan oleh desa.
“Bahwa desa untuk dasar pembayaran akan menerbitkan B1,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa masyarakat akan menerima konsekuensi setelah dilakukan pencocokan data dan penerbitan B1.
“Bapak ibu dalam pertemuan ini, mungkin DPRD tidak bisa memberi kepuasan, tapi kami akan memberikan yang terbaik. Kami ucapkan terima kasih dan mohon maaf sebesar-besarnya,” tambahnya.
Sementara itu, Plt Kasi Pengadaan BPN Bojonegoro, Basuki Riyanto, menekankan pentingnya kepastian subjek dan objek dalam proses pengadaan tanah dan ganti rugi.
“Pada prinsipnya, untuk pemberian ganti rugi atau pengadaan tanah, baik skala besar maupun kecil, harus ada kepastian subjek dan objeknya,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa setiap objek tanah yang telah dipastikan luasnya harus dinilai oleh tim appraisal sebelum ditentukan nilai ganti ruginya.
“Jika masyarakat memiliki hak atas tanah tersebut, meskipun sertifikatnya berada di belakang jalan, tetapi bisa dibuktikan dengan dokumen tanah adat seperti letter C dan buku B1, maka hak mereka harus dilindungi,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Luluk Alifah, SE., MM., Kepala BPKAD Bojonegoro, menyoroti aspek penganggaran dan regulasi dalam proses ganti rugi.
“Jika ada kelebihan dana, kita perlu membahasnya lebih lanjut untuk memastikan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemberian santunan dalam penganggaran harus sesuai dengan proyek strategis nasional dan tidak boleh menyalahi aturan.
“Kita tidak boleh melanggar aturan dalam proses penganggaran dan penggunaan dana, karena jika tidak sesuai, baik pemberi maupun penerima dapat menghadapi risiko hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya koordinasi lintas instansi agar kebijakan ini berjalan sesuai regulasi.
“Kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, sangat penting dalam memastikan kebijakan ini berjalan sesuai regulasi yang berlaku,” pungkasnya.
Rapat ini menjadi langkah awal dalam mencari solusi terbaik bagi warga terdampak, dengan tetap mengacu pada prosedur hukum dan regulasi yang berlaku. (aj)