KEDIRI – Insiden penghadangan mobil dinas Pradhana Probo Setyarjo, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, berlangsung pada tanggal 23 Desember 2024, dan menjadi perhatian publik di daerah tersebut.
Peristiwa ini terjadi dari simpang setelah Jalan Hasanudin Kota Kediri hingga depan Kodim 0809/Kediri, di mana mobil dinas yang digunakan oleh Kajari tersebut tiba-tiba dihadang oleh dua orang yang mengendarai sepeda motor.
Identitas dan Motif Para Pelaku
Dalam insiden penghadangan mobil dinas Kajari Kabupaten Kediri, dua orang pelaku dengan inisial HFL dan AM telah menjadi sorotan.
Identitas mereka diungkapkan, yakni HFL (33), warga Kampung Dalem, Kota Kediri, dan AM (42), warga Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Keduanya adalah oknum anggota LSM.
Motif di balik tindakan HFL dan AM berkaitan erat dengan penggunaan mobil dinas. Mereka secara jelas mempertanyakan keabsahan penggunaan kendaraan dinas oleh pegawai negeri pada jam-jam kerja yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Menurut pengakuan mereka, aksi pengadangan ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap penggunaan aset milik negara. Mereka melihat adanya potensi penyalahgunaan yang bisa merugikan anggaran pemerintah jika tidak ada pengawasan yang ketat.
Kedua pelaku berargumen bahwa tindakan mereka bukanlah sewenang-wenang, melainkan sebuah bentuk partisipasi masyarakat dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas penggunaan aset negara.
Dalam konteks ini, HFL dan AM menyatakan, bahwa mereka merasa memiliki tanggung jawab untuk memastikan aset negara digunakan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan yang ketat, menurut mereka, adalah langkah penting demi mencegah korupsi dan penyalahgunaan yang mungkin terjadi dalam penggunaan kendaraan dinas.
Proses Hukum yang Ditempuh
Insiden penghadangan mobil dinas Kajari Kabupaten Kediri telah menarik perhatian serius dari aparat kepolisian. Setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan untuk menentukan proses hukum yang harus ditempuh. Penetapan tersangka menjadi langkah awal yang penting dalam kasus ini. Polisi memastikan bahwa proses hukum berjalan secara transparan dan adil.
Setelah mengumpulkan cukup bukti, Polres Kediri Kota menetapkan HFL dan AM sebagai tersangka dalam penghadangan yang terjadi. Penetapan ini didasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan selama penyelidikan.
Dalam respons terhadap insiden ini, beberapa pelaku telah mengeluarkan pernyataan permintaan maaf yang ditujukan kepada pihak Kajari Kabupaten Kediri. Permintaan maaf ini menjadi bagian dari proses mediasi yang diharapkan dapat meredakan ketegangan antar pihak yang terlibat. Selain itu, aparat kepolisian juga memberi penekanan pada pentingnya menghormati pejabat publik dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa depan.
Aspek Hukum dan Keamanan Senjata Api
Pemilikan dan penggunaan senjata api oleh pejabat publik di Indonesia diatur dalam sejumlah perundang-undangan yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan penegakan hukum.
Peraturan Perundang-undangan Tahun 2022 tentang perizinan pengawasan serta pengendalian peralatan keamanan yang digolongkan senjata api, dijelaskan dalam Pasal 163 bahwa beberapa pejabat pemerintahan yang diperbolehkan memegang senjata api, seperti kepala tinggi negara, legislatif, kepala daerah, pejabat Polri, TNI, pegawai negeri sipil dan pejabat BUMN.
Di samping itu, persyaratan untuk mendapatkan izin kepemilikan senjata api seringkali mencakup keharusan untuk mengikuti pelatihan keamanan dan prosedur penggunaan senjata api. Juga, calon pemilik harus menjelaskan alasan yang jelas dan sah mengenai kebutuhan mereka untuk memiliki senjata, yang umumnya termasuk aspek perlindungan diri atau pelaksanaan tugas dalam kapasitas jabatan. Regulasi ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan senjata api serta mengurangi insiden yang tidak diinginkan di masyarakat.
Dalam situasi darurat, terdapat ketentuan yang mengatur penggunaan tembakan peringatan. Pejabat publik yang menggunakan senjata api dalam situasi ini harus mematuhi prosedur yang ketat dan hanya diperbolehkan untuk melakukan tembakan peringatan jika telah melakukan langkah-langkah de-escalasi yang sesuai dan tidak ada pilihan lain selain menggunakan senjata. Tembakan peringatan harus digunakan dengan pertimbangan yang cermat untuk menghindari potensi cedera kepada pihak ketiga dan menjaga situasi tetap terkendali.
Secara keseluruhan, undang-undang dan regulasi terkait senjata api memiliki tujuan utama untuk menciptakan keamanan publik dan menegakkan disiplin dalam kepemilikan serta penggunaan senjata, terutama bagi pejabat publik yang diharapkan untuk menjalankan tanggung jawab mereka dengan integritas dan profesionalisme. (Red)