BOJONEGORO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro menggelar rapat Pansus II di Ruang Komisi B dengan OPD terkait, Senin (11/07/2024).
Rapat membahas tentang Raperda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2025 – 2045.
Sigit Kushariyanto wakil ketua Pansus II menyampaikan, bahwa rancangan akhir RPJPD Kabupaten Bojonegoro tahun 2025 – 2045 merujuk atas rumusan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dengan visi “Indonesia Emas 2045 Negara Nusantara Berdaulat Maju dan Berkelanjutan”.
“Karena kita sepakat tahun 2045, bebas dari kemiskinan dan keterpurukan ekonomi, bebas dari ketertinggalan dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Menyoal disektor pertanian, Sigit mengaku masih ada intervensi dari pemerintah pusat, tinggal bagaimana kemampuan daerah mengendalikannya, sarana sudah ada, seperti beberapa waduk yang menjadi potensi sumber air untuk mendukung pertanian di Bojonegoro.
“Tergantung dari tata kelola air ini, karena dari hulu sampai hilir ada kewenangan kewenangan yang berbeda lintas sektoral,” jelasnya.
Ia menginginkan, terkait pembelanjaan uang daerah Kabupaten Bojonegoro orientasinya harus produktif, produktif tidak hanya untuk urusan membangun infrastruktur, menabung itu juga kategori produktif, manakala ada kontribusinya yang cukup signifikan. Sigit menyayangkan kenapa dalam draf RPJPD tidak ada yang menyinggung terhadap investasi dalam bentuk tanah.
“Di Bojonegoro ini masih memungkinkan investasi berbentuk tanah, karena harga semakin tahun semakin meningkat, atau mungkin digunakan untuk infrastruktur sarana prasarana yang mendukung misalnya, salah satunya disektor pariwisata, saya rasa ada gunanya dalam jangka panjang,” ucapnya.
Kemudian sarana prasarana dibidang pendidikan, menurutnya juga masih sangat rendah, sehingga kualitas pendidikan dan kesehatan di Bojonegoro belum bisa dikatakan bagus.
“Ini karena apa, lebih pada investasi dibidang pendidikan dan kesehatan yang mungkin masih sangat dibutuhkan,” tuturnya.
Sementara, Sally Atyasasmi ketua Pansus II menjelaskan, kalau berbicara untuk menggantikan pendapatan sektor Migas, sekarang Bojonegoro existing sudah nyampai dimana, posisi pendapatan masyarakatnya, dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya tata niaga dipertanian, peternakan sudah mempengaruhi pendapatan ekonomi masyarakat sejauh apa.
“Saat ini dipertanian, peternakan belum menjadi sektor unggulan, kalau berbicara tentang agro industri akan menjadi pengganti Migas dalam 20 tahun mendatang, ini yang harus dipersiapkan menuju kesana,” ungkapnya.
Kalau Bojonegoro mau mandiri secara industri pertanian terwujud, harus ada solusi, kalau suatu saat tidak ada pupuk subsidi harus ada solusi, entah itu pupuk kandang atau pupuk kompos yang pabriknya berdiri di Bojonegoro.
“Kalau kita mengandalkan sektor pertanian tapi masih ketergantungan dengan pemerintah pusat, ya susah,” tegasnya. (aj)