BOJONEGORO – Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak. Pemerintah melindungi warganya untuk mengenyam pendidikan sebagaimana telah tertuang dipasal 31 ayat 2.
Maraknya lembaga pendidikan dijadikan ajang bancakan para oknum. Betapa tidak, dari berbagai cara dan motifnya untuk mendapatkan pundi pundi rupiah.
Semisal uang pendaftaran, fasilitas gedung, infaq, LKS, uang semester, uang bulanan, studi banding, studi tour, uang praktek, uang kenaikan kelas atau daftar ulang, seragam, uang bangunan dan seterusnya, belum lagi dengan memanipulasi biaya operasional sekolah.
Praktek pungutan disekolah yang tidak masuk dalam aturan, masuk dalam kategori pungutan liar (pungli) ini terkena jeratan dan tidak dibenarkan. Tapi ketika dilakukan terus menerus maka akan menjadi sebuah pembenaran seperti yang sudah terjadi akhir akhir ini, kerap sekali dilakukan dengan berdalih hasil kesepakatan dan musyawarah komite sekolah.
Ada beberapa tenaga pendidik di sosial media mengatakan, anak didik pinginnya pintar, tapi tenaga pendidik tak boleh ini dan itu, sono didik dewe ae, ucapan ini sering kali dilontarkan dengan nada sinis.
Padahal, pemerintah sudah menggaji guru beserta tunjangan dan sertifikasinya. Dan tugas tenaga pendidik hanya mengajar bukan berbisnis. Lembaga Pendidikan bukan tempat untuk dijadikan ajang bisnis. Anda pingin berbisnis itu diluar sana bukan ditempat pendidikan.
Banyaknya pemanfaatan dan kesempatan, lembaga pendidikan dijadikan lahan meraup keuntungan dan ajang bancakan para oknum dan ini terjadi dimana mana. (aj)