BOJONEGORO – Musim panen telah tiba, sejumlah wilayah di Kabupaten Bojonegoro bagian timur kini mulai memasuki panen padi.
Namun, di masa panen raya ini harga gabah di tingkat petani di Bojonegoro cenderung turun jika dibandingkan saat awal-awal panen sebelumnya.
Salah satu wilayah Bojonegoro yang mulai melakukan panen padi di antaranya di Desa Jamberejo, Kecamatan Kedungadem.
Di desa ini, sejumlah petani sudah mulai memanen padi, ada yang menggunakan mesin (combine), ada juga masih memakai tenaga manual karena susahnya cari sewa mesin combine.
Samadi, petani asal Dusun Jambean, Desa Jamberejo, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur merasakan sedikit kekecewaan.
Pasalnya, harga gabah yang ia jual ke tengkulak mengalami penurunan ditengah mahalnya harga beras di pasaran.
Sekitar satu minggu yang lalu, dia baru saja panen padi dilahan miliknya seluas sekitar 1 hektar dan menghasilkan gabah 8 ton, di beli (diborekno) seharga Rp 5,8 ribu perkilo oleh tengkulak tanpa harus bayar sewa combine.
“Harganya sedang daripada biyen biyen, (harganya pas pasan daripada dulu), seimbang dengan harga pupuk yang mahal (Rp 330.000) dan langka,” ungkapnya, Senin (25/03/2024).
Ironisnya harga beras dipasaran justru mengalami kenaikan yang signifikan, saat ini harga beras dipasaran mencapai Rp 12 ribu sampai Rp 16 perkilo.
“Padahal harga beras di toko mahal, kenapa harga gabah kok turun,” keluhnya.
Meskipun demikian, ia tetap bersyukur dengan hasil panennya yang bagus tanpa adanya hama, Samadi berharap pemerintah dapat memperhatikan nasib para petani dengan memberikan harga yang layak untuk hasil panen mereka.
“Mau bagaimana lagi, ya di syukuri saja,” ucapnya.
Lain halnya dengan kisah Miran yang saat ini baru akan memanen padinya, ia mengeluhkan susahnya cari tukang combine (kombi) untuk memanen disawahnya.
“Susah cari kombi, soalnya mereka pilih pilih, yang gabahnya mau dijual (di borek) itu yang didahulukan,” ceritanya.
Dia mengatakan, memasuki panen raya, dan kelamaan tidak dipanen, petani akan merugi akibat susah cari combine.
“Harga padi bisa turun, semisal sekarang Rp 6.100,. bisa jadi Rp 5.500,. perkilonya, bahkan bisa lebih murah lagi kalau kelamaan dipanennya,” bebernya.
Jika nanti dirinya tidak dapat mesin combine, terpaksa akan memanen menggunakan alat pemotong manual.
“Di rit dan di dos saja, supaya tidak keburu ambruk padinya,” tambahnya.
Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Helmy Elisabeth saat dikonfirmasi media enggan menjelaskan lebih lanjut terkait susahnya mencari sewa combine diwilayah Kecamatan Kedungadem.
“Di daerah timur mana?,” jawabnya singkat tanpa ada kelanjutan lagi.
Diwartakan sebelumnya, berdasarkan proyeksi, pada bulan Maret dengan luas lahan tanam mencapai 22.740 hektar, produksi gabah diprediksi akan mencapai angka 134.848 ton, dengan produksi beras diperkirakan mencapai 79.066 ton.
Besaran angka tersebut, menempatkan Kabupaten Bojonegoro sebagai Kabupaten/Kota paling potensial ketiga se-Jawa Timur setelah Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Lamongan dalam hal produksi beras.
Sementara itu pada bulan April, luas lahan yang digarap bertambah menjadi 39.418 hektar. Ini merupakan puncak panen karena luas tanamnya memang paling tinggi dan kondisi musim tanamnya mundur dipengaruhi bencana El nino tahun kemarin.
Produksi gabah pada panen April diproyeksikan mencapai 233.748 ton atau setara dengan beras 139.491 ton. Sedangkan kebutuhan rata-rata konsumsi masyarakat Bojonegoro hanya sebesar 10.986 ton per bulan, mencakup kebutuhan rumah tangga dan non rumah tangga. (aj)