BOJONEGORO – Aspirasi Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bojonegoro terus dilakukan secara intens, meski apa yang menjadi tuntutan pada ekskutif dan legislatif hanyalah soal pemerataan dan beberapa usulan yang berkaitan dengan anggaran yang diterima seluruh Desa yang ada di Kabupaten Bojonegoro.
Penyampaian aspirasi Asosiasi Kepala Desa (AKD) sempat dilakukan di ruang paripurna DPRD kabupaten Bojonegoro, namun dengan tidak lengkapnya formasi dan tidak hadirnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Bojonegoro dianggap masih sia- sia oleh beberapa perwakilan Kepala Desa.
Dan kali ini, Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bojonegoro kembali menyampaikan dihadapan anggota DPRD Kabupaten Bojonegoro yang dipimpin langsung oleh Abdulloh Umar di ruangan Komisi.
Abdulloh Umar selaku Pimpinan rapat meminta disampaikan satu persatu, agar dibahas bersama supaya bisa terurai, selanjutnya akan dibawa bersama banggar, namun jika pada tuntutan para Kades menabrak aturan, ia pribadi tidak akan mau menandatangani meski seluruh masyarakat Bojonegoro datang ke gedung DPRD.
Sudawam Ketua AKD Kabupaten Bojonegoro mengatakan, Penekanan aspirasi yang dilayangkan adalah tetap ada lima (5) tuntutan yakni dalam pembahasan nanti salah satunya pada P-APBD tahun 2023 ini untuk kurang salur 12,5 % segera direalisasikan, sedangkan untuk BKD agar semua Desa yang tersebar di Kabupaten Bojonegoro bisa menikmati atau dalam bahasanya pemerataan, untuk PBB jangan dikaitkan dan dibebankan pada Desa dan dampaknya seluruh anggaran yang seharusnya diterima jadi macet.
“Dan segera merubah from Perda untuk DBH yang awalnya 12,5 % kami berharap menjadi minimal 20 % , selanjutnya untuk mobil siaga bagi beberapa Desa yang belum mendapatkan kami harapkan juga untuk diberikan,” tuturnya, Rabu (20/09/2023).
Ia meminta jaminan agar tuntutan AKD dibawa ke badan penganggaran hingga final serta akan terus mengawal apa yang menjadi aspirasi Asosiasi Kepala Desa. “Karena tuntutan kami semata-mata untuk kepentingan masyarakat Bojonegoro,” tambahnya.
Ferdiati, Ketua Forsekdesi Kabupaten Bojonegoro menilai, kebijakan pencairan ADD tidak dikaitkan dengan lunas PBB-P2 adalah hal yang paling mendesak. Sebab hingga hari ini, banyak kawan seprofesi masih belum gajian lantaran wajib pajak di Desa masih ada yang menunggak.
Padahal, kewajiban bayar PBB-P2 adalah pada personal wajib pajak. Namun, Pemkab Bojonegoro tetap mengkaitkan hal itu sebagai syarat pencairan ADD. Meskipun kenyataannya misalnya banyak perusahaan besar yang ada di Desa tidak membayar PBB-P2.
Ia juga menyoal kurang salur ADD sebesar 2,5 persen. Karena penyalurannya masih pada angka 10 persen. Sementara, dalam Peraturan Bupati (Perbup) 32/2015 mengatur besaran ADD 12,5 persen.
“Kurang salur ini kami hitung sejak 2015, ADD masih kurang salur sekira Rp300 miliar sampai tahun ini, ADD ini tak hanya berisi siltap kami saja, tetapi juga ada anggaran untuk kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Dalam penyampaian aspirasi pada anggota DPRD Kabupaten Bojonegoro sudah terakomodir dan dapat disetujui bersama yang akan dibawa pada sidang pembahasan KUA PPAS 2024 dan P-APBD tahun 2023 bersama ekskutif. (Red)